Mau tahu rute kami berangkat sampai lokasi penempatan? Hemmm…barangkali penempatan Sumbawa Barat itu paling lengkap, soalnya jalan darat, laut, udara semua kami lewati.
Cerita Sebelumnya:
Kisah Alura: Bukan Dokter Gigi Biasa
Awalnya kami naik pesawat Jakarta – Lombok, lanjut kami naik mobil sewaan ke Pelabuhan Kayangan dengan jarak tempuh kurang lebih 3.5 jam. Lalu kami lanjut lagi naik kapal 2 jam ke Pelabuhan Poto Tano. Dari pelabuhan ini, kami lanjut naik mobil menuju Puskesmas Poto Tano yang jaraknya cuma sekitar 10 menit dari pelabuhan.
Oh iya, di Poto Tano ini serunya pemilik jalan raya gak cuma motor, mobil, sama pejalan kaki doang. Tapi kita juga harus berbagi sama kuda dan sapi Sumbawa yang suka monopoli jalan raya.
Sampe di lokasi penempatan waktu itu sekitar jam 8 malam. Tiba di lokasi kami langsung disambut di rumah dinas oleh kakak-kakak Pencerah Nusantara 4 yang ramah-ramah.
Akhirnya perjalanan melelahkannya nyampe juga, ha..ha..perasaanku waktu sampai di lokasi tugas. Soalnya jauh banget deh perjalanannya. Mana waktu itu aku masih dibantu untuk berjalan karena sakit. Kasihan dan terharu melihat teman-teman setim yang berbaik hati bawain barang-barangku yang banyak.
Di Poto tano seru banget daerahnya, dikelilingi pantai yang super biru, pasir putih dan bukit-bukit. Hawanya panas sih disini, mataharinya kayak ada 9, haa..ha…
Kecamatan Poto Tano terdiri dari 8 Desa dengan 2 Desa katagori sangat terpencil. Penduduknya ada 2.974 KK. Disini penduduk lokalnya ramah-ramah sekali. Tipe masyarakatnya alhamdulillah sangat terbuka dengan pendatang, apalagi pendatangnya dengan niat ingin membantu. Disini sifat kekeluargaannya erat, karena disini berdasarkan yang saya tahu mereka masih menganggap keluarga dekat sampai jarak sepupu 6.
Hari pertama di lokasi kami langsung berkenalan dengan Bapak/Ibu di Puskesmas saat senam pagi. Selain saat senam pagi kami juga masuk ke setiap ruangan dibantu oleh kakak PN4 untuk lebih mengenal Puskesmas dan mendekatkan diri kepada bapak/ibu disana.
Kepala Puskesmasya sangat ramah sekali. Beliau menyambut kami dengan terbuka. Beliau biasanya tidak mau kami panggil Ibu Kapus tapi maunya dipanggil “Mamak”, beliau sangat keibuan.
Pertama kali interaksi dengan rekan Puskesmas penempatan awalnya agak segan dan minder karena baru, tapi karena sambutannya hangat kami langsung cepat beradaptasi dengan pegawai Puskesmas disana.
10 hari pertama kami masih dibimbing oleh kakak PN4. Disana kami handover mulai dari lingkungan, stakeholders, cara pendekatan dengan masyarakat, dll. Dari 10 hari ini kami belajar banyak sekali terutama advokasi kepada stakeholders yang menurutku teori di kuliah dan lapangan sangat berbeda.
Tantangan terbesar buat kami saat itu adalah menejemen Puskesmas. Disini sistemnya sangat kekeluargaan, jadi kalau dikerasin atau sesuai aturan yang bener-bener baku sedikit sulit dilaksanakan.
Masyarakat Poto tano rata-rata nelayan dan petani jagung. Oh iya, disini masyarakatnya punya menu utama makanan ikan. Nama masakannya “Sepat”, sangat asam dan pedas, jadi disini banyak sekali orang yang terkena Gastritis.
Hal ini juga pernah aku diskusikan dengan dr.Dewi teman sepenempatan. Beliau bilang memang benar disini tipe masakannya bikin banyak yang kena Gastritis, hampir sama kayak orang Palembang yang kena Gastritis gara-gara cuka empek-empek gitu.
Masyarakat Poto tano juga masih kuat memegang adat, terutama untuk ibu hamil dan nifas. Kalau hamil gak boleh makan ikan, nanti anaknya amis; gak boleh makan udang, nanti anaknya bengkok; gak boleh makan Kepiting, nanti anaknya miring. Hal ini sangat disayangkan, jadi ibu hamil dan nifas banyak yang makan nasi dan garam saja terutama saat trimester ke 3 dan 40 hari setelah melahirkan. Padahal disitulah ibu hamil butuh tenaga. Sedih sekali.
Disini juga banyak ibu-ibu yang anemia karena kebiasaan pola makan tersebut. Namun alhamdulillah setelah kami mengetahui hal ini kami langsung melakukan beberapa intervensi terutama di Kelas Ibu Hamil dan Posyandu.
Pemerintah lokal, baik dari Pemerintah Desa, Kecamatan, maupun Pemerintah Kabupaten. sangat baik. Bahkan bisa dibilang kami cukup dekat dengan Bapak Bupati Kab. Sumbawa Barat, karena beliau sangat peduli dengan isu kesehatan.
Bahkan kami juga diberi bantuan mobil operasional oleh Pak Bupati agar kami bisa masuk ke pelosok-pelosok tempat yang jauh di Kecamatan Poto Tano.
Terkait pemahaman masyarakat terhadap kesehatan, masyarakat disini cukup terbuka dengan informasi kesehatan bila diberi tahu, namun akses untuk informasi kesehatan yang tepat dan benar yang masih kurang. Kegiatan-kegiatan promotif agar masyarakat lebih peka dan berada di pemahaman kesehatan yang benar perlu digalakkan.
Peran tokoh lokal dalam mengedukasi kesehatan masyarakat juga penting. Seperti yang dilakukan oleh Kepala Desa Senayan dan Kepala Desa Tebo. Kedua Kades ini sangat aktif dan peduli terhadap kesehatan masyarakat di desanya. Bahkan untuk Desa Senayan sendiri telah dinobatkan sebagai Desa Kelor yang merupakan pengembangan dari inovasi Puskesmas yaitu Program Kelorisasi untuk upaya penunjang gizi di masyarakat.
Secara umum, disini jalanan sudah hampir semua jalan desa di aspal, sehingga akses cukup baik. Hanya saja ada satu desa namanya Desa Mantar, letaknya sangat terpencil diatas bukit. Untuk naik kesana harus pakai motor trail atau mobil 4WD. Disana masih sulit dalam upaya merujuk pasien. Karena selain jalannya yang hancur kendaraannya pun masih sangat terbatas.
Gerakan kepemudaan masih harus digalakkan. Pencerah Nusantara pernah melakukan survey remaja di Kecamatan Poto Tano dimana ternyata anak-anak disini mengatakan masih sangat kurang terpapar terhadap informasi kesehatan peduli remaja.
Oleh karena itu salah satu program inovasi PN adalah “Serdadu Tano”. Disini PN bekerjasama dengan Puskesmas untuk memilih kader-kader dari remaja itu sendiri, untuk dijadikan ujung tombak promkes ke teman sebaya. Karena dari survey PN didapatkan hasil bahwa 73% remaja Poto Tano lebih senang kalau informasi kesehatan itu datangnya dari teman sebaya atau yang berumur tidak jauh dari mereka dari pada metode ceramah dari orang yang lebih tua.
Untuk dapat merangkul tokoh local, kami melakukan pendekatan saat loka karya mini lintas sektor di Puskesmas. Secara personal kami PN juga rajin keliling ke rumah-rumah tokoh masyarakat. Untuk pendekatan dengan Bapak Bupati sendiri, kami Tim PN sering datang ke acara yasinan yang diadakan di rumah beliau setiap malam Jum’at di Taliwang (Kota Kabupaten).
Untuk dapat merangkul kaum muda, kami punya 2 program inovasi remaja yang tentunya bekerjasama dengan Puskesmas, yaitu Serdadu Tano dan Edukasi Remaja Putus Sekolah. Untuk kegiatan edukasi putus sekolah ini kami juga bekerjasama dengan BNN, jadi setiap kegiatan edukasi remaja putus sekolah dilakukan pemeriksaan urin oleh petugas BNN.
Kami sangat sedih dengan mitos dan kepercayaan (adat) masyarakat disana yang masih kuat terkait kesehatan, terutama mitos food taboo pada ibu hamil dan nifas seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya. Sangat sulit merubah pola pikir dari masyarakat itu sendiri, itu tantangannya.
Berat sekali rasanya waktu berpisah. Poto Tano sudah seperti rumah kedua buat aku. Bahkan di rumahku sendiri, aku masih kurang bergaul dengan tetangga. Tapi selama di Tano sana, aku banyak akrab dengan tetangga, masyarakat sekitar dan staff Puskesmas juga Dinkes.
Terimakasih Bapak Dr. Ir. H. W. Musyafirin, M.M, Bupati Sumbawa Barat; Bapak H. Tuwuh, S.AP, Kepala Dinas Kesehatan Sumbawa Barat beserta seluruh staff, Ibu Fatimah, Amd.Kep, Kepala Puskesmas Poto Tano, beserta seluruh staff, Bapak Ahmad Rifai, SKM, Camat Poto Tano beserta seluruh Bapak Kepala Desa se-Kecamatan Poto Tano. Teman-teman 1 tim penempatan, juga kepada CISDI yang sudah kasih aku kesempatan mengabdi 1 tahun ini, terimakasih.