Kebanyakan orang tua mengkhawatirkan akan timbul bengkak, kemerahan, nyeri dan demam pada bekas suntikan sehabis imunisasi.
Ini merupakan efek ringan yang timbul setelah imunisasi. Efek ini merupakan reaksi normal dan bisa ditolerir oleh tubuh, akan hilang dalam 2-3 hari dengan obat penurun panas.
“Boleh diberikan obat penurun panas 30 menit sebelum imunisasi suntik terutama sebelum imunisasi DPT, kemudian dilanjutkan 3-4 jam jika masih panas, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin,” kata dr Byanicha Aurora.
Efek seperti ini sebelumnya memang sering terjadi pasca imunisasi dikarenakan vaksin pertusis dari sel utuh (DTwP).
Kini telah tersedia vaksin pertusis yang dibuat dari sebagian sel saja (DTap), dengan ini reaksi terhadap vaksin jauh lebih ringan dan jarang menimbulkan demam.
Pembuatan DtaP memerlukan teknologi canggih, maka harganya lebih mahal dari pada DTwP.
“Jika bayi sangat rewel maka tunda imunisasi hingga 1-2 minggu. Untuk anak yang sedang minum antibiotik tetap boleh diberikan imunisasi karena tidak menggangu potensi vaksin,” jelas dr Orin. Yang harus jadi pertimbangan adalah penyakit dan keadaan anak.
Misalnya pada anak sakit berat, malnutrisi, anak dengan HIV dan penggunaan kortikosteroid lama kemungkinan akan menjadi sakit setelah imunisasi dan bisa terjadi respon imun yang menyimpang.
Kecenderungan seperti ini juga bisa terjadi pada anak yang ada riwayat alergi berat terhadap telur dengan gejala kesulitan bernafas, pembengkakan mulut, hingga penurunan tekanan darah, ini merupakan indikasi kontra untuk vaksin influenza, demam kuning, dan demam Q.
“Tetapi jika anak pernah mengalami reaksi alergi berat terhadap suatu vaksin, sebaiknya dosis berikutnya tidak dilanjutkan lagi,” sebutnya.
Tidak juga dibenarkan untuk mengurangi dosis menjadi setengahnya atau dosis terbagi.
“Bagaimana dengan dosis penanggulangan dan keterlambatan penyuntikan yang masih membingungkan masyarakat? Jika jarak imunisasi anak terlambat dari jarak yang dianjurkan, jadwal imunisasi tidak perlu diulang dari awal,” kata Orin.
Aman Untuk Anak
Beberapa diantara ketakutan masyarakat melakukan imunisasi yakni kandungan alumunium dan thimerosal dalam vaksin yang dikhawatirkan merusak ginjal dan menyebabkan autis.
Menurut dokter Byanicha Aurora kandungan alumunium diperlukan sebagai adjuvant agar vaksin kerjanya lebih kuat sehingga bisa merangsang sistem imun tubuh dengan sempurna.
“Tanpa alumunium dosis imunisasi dibutuhkan berkali-kali lipat lebih banyak, kalau sekarang cukup 0,5 cc saja,” kata dr. Byanicha Aurora.
Walau demikian, dosis garam alumunium dalam vaksin dinyatakan aman dan sangat sedikit, setara dengan yang ditemukan pada 975 ml susu formula.
Menyangkut isu adanya merkuri dalam vaksin, sebenarnya ini hanya pemahaman yang salah. Merkuri yang dimaksud masyarakat adalah Thimerosal.
Thimerosal ini merupakan metabolisme etil merkuri bukan metil merkuri yang bersifat merusak ginjal dan saraf serta dapat menyebabkan gangguan perkembangan.
Thimerosal merupakan zat yang digunakan sebagai pengawet dan mencegah kontaminasi bakteri dan jamur pada vaksin multidosis, zat ini tidak akan terakumulasi dalam tubuh karena cepat dikeluarkan melalui urin.
Sumber http://jambi.tribunnews.com/2017/06/26/ini-tips-menangani-demam-anak-pascaimunisasi?page=2