“Sakit apa anakmu?
“Biasa nih, sakit Malaria lagi.”
“Oh…Sudah ke Puskes?”
“Sudah kok.”
7 bulan saya tinggal di tempat penugasan (Puskesmas Kahakitang) saya sebagai tenaga kesehatan, mendengarkan percakapan diatas seolah sudah menjadi hal biasa.
Hampir 7 bulan saya disini bekerja dan itu dibarengi juga dengan terjadinya 107 kasus pasien positif Malaria berdasakan pemeriksaan darah melalui pemeriksaan mikroskop (Pemeriksaan DDR), 6 diantaranya bahkan menyerang pada ibu hamil hingga harus dirujuk kerumah sakit di ibukota kabupaten.
Angka itu cukup lumayan besar walaupun tidak ada kasus hingga menyebabkan kematian. Kasus Malaria di wilayah tempat penugasan saya dalam 7 bulan terakhir bisa dikatakan KLB (Kejadian Luar Biasa) karena jika dibandingkan kasus-kasus pada tahun lalu terjadi peningkatan yang signifikan ditambah jika juga dilihat dalam 3 bulan terakhir (Januari 2018 30 kasus, Februari 2018 34 kasus dan Maret 2018 49 kasus) tidak terjadi penurunan jumlah pasien yang positif Malaria, namun hingga sekarang kejadian ini belum di cap sebagai KLB.
Miris rasanya jika melihat kondisi tersebut, disaat pemerintah pusat (KEMENKES RI) sedang “perang” untuk menurunkan akan kesakitan akibat penyakit menular khususnya Malaria dengan target menyelasaikan endemic penyakit tersebut pada tahun 2030 (berdasarkan hasil kesepakatan Sustainable Development Goals dan RPJMN Kemenkes RI). Tetapi disini dengan posisi berada di beranda utara Indonesia kasus Malaria terus bertumbuh dengan pesat dan disini seolah hal itu seperti di anggap biasa saja (mungkin karena belum ada kasus kematian seperti di Asmat waktu lalu).
Tidak banyak yang dilakukan pemerintah daerah setempat (baik tingkat Kabupaten hingga Desa) selain berharap bantuan dari pusat.
Pembagian kelambu dari pusat juga sudah dilakukan tahun, tetapi tidak 100% tempat tidur di wilayah kerja saya terlindungi dengan kelambu saat malam hari.
Selain pembagian kelambu, tidak ada lagi kegiatan yang dilakukan untuk menekan angka kesakitan akibat penyakit Malaria.
Selain itu, kondisi wilayah kerja saya juga sangat memudahkan nyamuk Anopheles berkembang biak. Itu dibuktikan dengan ditemukannya banyak jentik nyamuk pada penampungan air hujan warga dan genangan-genangan air di hutan bakau.
Berbekal ilmu yang saya punya sebagai Ahli Kesehatan Masyarakat saya lakukan terobosan untuk meningkatkan kesadaran mengenai Malaria yang tidak pernah dilakukan di tempat kerja saya.
Sebelumnya di Puskesmas Kahakitang tempat saya bekerja, kegiatan Promkes hanya sekedar melakukan kegiatan penyuluhan pemberian informasi lalu foto saja dan mereka melupakan satu hal yaitu “pemberdayaan masyarakat”.
Kegiatan yang saya lakukan adalah dengan melakukan penyuluhan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dengan sasaran aparat desa, tokoh masyarakat hingga tokoh agama.
Kegiatan diawali dengan pemberian informasi mengenai apa itu Malaria hingga diskusi dengan peserta untuk menyadarkan masyarakat bahwa Malaria ini bisa dicegah dan itu dimulai dari masyarakat itu sendiri.
Dari 5 Desa yang didatangi, tidak semua berjalan lancar karena bentuk kegiatan promosi kesehatan seperti ini hal baru untuk mereka.
Selama ini mereka hanya dijadikan objek untuk mendengarkan saja dan tidak dijadikan objek untuk penggerak.
Ditambah karakter masyarakat di wilayah kerja saya yang unik yaitu walaupun di daerah perdesaan dan sangat pelosok tapi karakter individualismenya lumayan tinggi disini ini dibuktikan dengan tingkat kepedulian masyarakat untuk menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat masih minim.
Tapi kegiatan tetap dijalankan dan peserta-peserta kelima desa ini sepakat bahwa Malaria ini berkembang pesat karena memang lingkungan yang tidak bersih dan sehat ditambah masyarakat belum menerapkan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat).
Hingga akhirnya kita sepakat untuk membuat komitmen aksi nyata yang dilakukan dalam jangka pendek yaitu seperti melakukan kerja bakti untuk memberantas sarang nyamuk.
Walaupun belum terasa dampaknya, tapi setidaknya yang dilakukan, saya berhasil membuat masyarakat sadar dan mau untuk bersama-bersama BERANTAS MALARIA untuk Indonesia Sehat!