Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin gencar melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di wilayah Jabar. Salah satunya adalah dengan menggandeng lembaga nirlaba asal Amerika Serikat, AIDS Healthcare Foundation (AHF).
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menuturkan, kerjasama tersebut merupakan salah satu langkah dalam meningkatkan pengetahuan komprehensif tentang bahaya dan pencegahan HIV-AIDS kepada semua lapisan masyarakat Jabar.
“AHF ini sangat konsen dan terus berkomitmen menanggulangi HIV-AIDS di seluruh dunia. Kita bersama-sama akan terus mengurangi jumlah penderita HIV-AIDS demi terwujudnya masyarakat Jabar yang sehat,” ungkap Deddy seusai melakukan pertemuan dengan Vice President AHF, Peter Reis, di Gedung Sate, Selasa, 4 April 2017.
Sebelumnya di tahun 2016, AHF sendiri telah memberikan dukungan kegiatan penanggulangan HIV-AIDS pada layanan kesehatan di tiga daerah di Jabar yaitu Kabupaten Purwakarta, Indramayu dan Pangandaran.
“Kita ingin perluasan dukungan AHF tidak hanya di tiga daerah itu tapi di 27 Kabupaten/ Kota di Jabar,” katanya.
Organisasi yang berdiri pada tahun 1987 ini juga telah mendapatkan ijin dari Kementerian Luar Negeri RI dan sudah menandatangani MoU dengan Kementerian Kesehatan RI dalam kerjasama penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987, jumlah kasus HIV-AIDS di Indonesia hingga triwulan II tahun 2016 berjumlah 208.920 (HIV) dan 82.556 (AIDS) yang tersebar di 407 Kabupaten dan Kota. Adapun di Jabar, berdasarkan data Komisi Penaggulangan AIDS Jabar kasus HIV-AIDS dari tahun 1989 sampai Desember 2016 sebanyak 26.422 kasus HIV dan 8.043 kasus AIDS.
“Per Desember 2016 Jabar peringkat keempat kasus HIV positif terbanyak setelah DKI Jakarta, Jatim dan Papua. Sedangkan untuk AIDS Jabar di peringkat keenam terbanyak setelah Jatim, Papua, DKI Jakarta, Bali dan Jateng,” ujar Deddy.
Pola penularan HIV di Jabar semula berasal dari kelompok Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) dan pengguna Narkoba suntik. Kemudian pola penularannya bergeser pada seks Lelaki Beresiko Tinggi (LBT) dan Wanita Penjaja Seks (WPS) yang berdampak pada ibu rumah tangga dan anak.
Kumulatif kasus AIDS dari tahun 1989-2016 pada kelompok ibu rumah tangga melebihi jumlah kasus pada wanita penjaja seks dengan jumlah kasus sebanyak 1.012 kasus sedangakan WPS sebanyak 382 kasus. Kasus HIV positif baru pada anak usia 0-14 tahun selama tahun 2016 ditemukan sebanyak 130 kasus.
“Upaya advokasi juga akan terus kita lakukan kepada pengambil kebijakan, perubahan perilaku pada kelompok resiko tinggi dan peningkatan pengetahuan pada kelompok resiko rendah yaitu remaja dan ibu rumah tangga,” ucap Deddy.
Ia berharap kerjasama ini mampu mencapai tiga tujuan utama yaitu zero new infection, zero AIDS related death dan zero discrimination di Indonesia khususnya di Jabar.