Difteri: Mengungkap Ancaman Tersembunyi dan Pentingnya Vaksinasi

Difteri masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Pada tahun 2022, diketahui terdapat 541 kasus difteri, meningkat drastis dari 235 kasus pada tahun sebelumnya. Kematian akibat penyakit ini juga mengalami lonjakan, dengan 46 kasus kematian tercatat pada tahun yang sama. Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan jumlah kematian tertinggi, diikuti oleh Jawa Timur dan Banten. Angka Kematian Kasus (CFR) di Indonesia mencapai 9% pada tahun 2022, dengan Bali mencatatkan angka CFR tertinggi sebesar 100%. Data ini menunjukkan perlunya perhatian dan tindakan segera untuk mencegah penyebaran penyakit difteri.

Apa itu Difteri ?

Difteri adalah infeksi saluran napas yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium sp., terutama Corynebacterium diphtheriae. Penyakit ini dapat menyebabkan peradangan pada tenggorokan, hidung, dan amandel. Gejala awalnya mirip dengan flu, seperti demam, nyeri tenggorokan, dan sakit kepala. Namun, yang membedakannya dengan flu adalah munculnya pseudomembran di area infeksi, yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat.

Masa Inkubasi dan Penularan

Masa inkubasi untuk difteri berkisar antara 1 hingga 10 hari, dengan gejala prodromal [AD1] yang tidak spesifik. Penyakit ini dapat menular melalui beberapa cara:

– Kontak langsung dengan penderita.

– Percikan ludah dari penderita saat batuk atau bersin.

– Barang yang terkontaminasi oleh bakteri.

– Luka yang terinfeksi.

– Partikel di udara.

Gejala dan Diagnosis Penyakit

Gejala difteri yang umum muncul meliputi:

– Demam tinggi (>38°C).

– Nyeri saat menelan.

– Pembengkakan leher (bullneck).

– Pseudomembran di tenggorokan atau hidung.

– Gejala tambahan seperti mual, muntah, nyeri kepala, dan menggigil.

Diagnosis difteri dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, termasuk kultur untuk mendeteksi Corynebacterium diphtheriae dan metode ELek untuk menentukan toksigenitas bakteri.

Faktor Risiko Penyakit Difteri

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya difteri meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan yang paling penting adalah kelengkapan imunisasi pentabio (PB)3. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi lengkap memiliki risiko 25 kali lebih tinggi untuk terkena difteri dibandingkan dengan mereka yang sudah divaksinasi.

Pencegahan Difteri

Pencegahan difteri dapat dilakukan melalui vaksinasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan total 6 dosis vaksin difteri, dimulai dari usia 6 minggu hingga remaja. Vaksin ini diberikan dalam rangkaian dosis primer dan booster untuk memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit ini.

Difteri adalah penyakit infeksi yang serius dan dapat mengancam jiwa. Dengan meningkatnya jumlah kasus dan kematian di Indonesia, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pencegahan melalui vaksinasi dan menjaga kesehatan saluran napas. Melalui upaya bersama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, kita dapat mengendalikan penyebaran difteri dan melindungi generasi mendatang dari penyakit ini.

Yuk Share Postingan Ini:
anitanurjanah.ph
anitanurjanah.ph
Articles: 12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *