Evaluasi Kebijakan dan Pelaksanaan Penyelenggaraan JKN oleh DJSN

Dalam rangka evaluasi kebijakan dan pelaksanaan JKN, pada tanggal 25 – 28 April 2017 yang lalu, anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, dr. Misbahul Munir melakukan kegiatan pendampingan pada program ‘Monitoring & Evaluasi’ (monev) anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) ke Provinsi Aceh, khususnya kota Banda Aceh dan Sabang. Bertindak selaku ketua tim monev DJSN adalah dr. Zainal Abidin MH, didampingi oleh Ir. Anger P. Yuwono FSAI, ChFC; Subiyanto SH; Rudi Prayitno SE; serta tenaga ahli DJSN Prof. dr. Hasbullah Thabrany MPH, Dr.PH.

dr. Misbahul Munir menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi penting karena Provinsi Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang telah mencapai Universal Healthcare Coverage (UHC) dengan cakupan kepesertaannya yang hampir 100% (5.129.139 jiwa per Desember 2016), sehingga kondisi yang ada di Provinsi Aceh dapat dijadikan gambaran dan tolak ukur dalam mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi pada saat target UHC Nasional tercapai.

Sedangkan kota Sabang dipilih DJSN untuk melihat dari dekat implementasi penyelenggaraan program JKN pada sebuah pulau kecil di wilayah paling barat Indonesia (titik 0 KM Indonesia), sehingga diharapkan dapat merepresentasikan kondisi dan permasalahan yang mungkin terjadi di pulau-pulau kecil lainnya di seluruh nusantara.

Kegiatan monev dilaksanakan dengan mengadakan kunjungan dan FGD ke Dinas Kesehatan Banda Aceh, ke berbagai FKTP di wilayah Banda Aceh dan Sabang (Puskesmas, Klinik Pratama, dan Klinik TNI- Polri), serta ke berbagai jenis FKRTL seperti Klinik Utama, Rumah Sakit, serta RS TNI. FKTP dan FKRTL dari berbagai jenis sengaja dipilih agar dapat memotret permasalahan di tiap-tiap jenis faskes sehingga dapat diusulkan kebijakan yang menyeluruh dan tepat sasaran.

Salah satu kegiatan yang menjadi ‘highliht’ dalam kunjungan monev ini adalah audiensi DJSN, Dewan Pengawas, dan Duta BPJS di Provinsi Aceh dengan Gubernur Terpilih Provinsi Aceh, DR.Capt.drh.H.Irwandi Yusuf,M.Sc., mengingat DR. Irwandi merupakan pelopor program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) di Provinsi Aceh pada pada tahun 2010, empat tahun sebelum JKN dilaksanakan, dan Aceh merupakan Provinsi pertama yang mencapai UHC pada program JKN, maka DJSN dan Dewan Pengawas merasa perlu untuk bersilaturahmi memberikan apresiasi dan menyampaikan pentingnya peran serta Pemerintah Aceh dalam menguatkan program JKN di Indonesia.

Pada pertemuan ini, gubernur terpilih menyatakan bahwa hal yang paling utama baginya adalah terlaksananya pemberian jaminan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat Aceh. Untuk itu DR. Irwandi meminta adanya simplifikasi dalam menjalankan prosedur administrasi dan pelayanan, serta pemberian manfaat kesehatan, termasuk dalam penerapan prosedur portabilitas, kemudahan akses pelayanan kesehatan di malam hari, prosedur pelayanan kecelakaan lalu lintas, serta penanganan ketersediaan obat.
Dari hasil kegiatan monev DJSN di Provinsi Aceh, beberapa hal yang menjadi catatan Dewan Pengawas adalah:

1. Universal Healthcare Coverage
UHC sangat mungkin tercapai di provinsi lainnya jika disertai dengan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya Pemerintah Daerah dan Badan Usaha dalam mengikutsertakan penduduknya/ pekerjanya sebagai peserta JKN. Kondisi UHC penyelenggaraan JKN di Provinsi Aceh dapat menjadi tolak ukur dalam membuat perencanaan dan antisipasi pada sisi finansial, kepesertaan, pelayanan, dan pemberian manfaat.

2. Data Kepesertaan
Diperlukan koordinasi yang baik dengan dukcapil Kemendagri dan Kemensos agar kesesuaian data kependudukan dan kepesertaan menjadi optimal. Hal ini penting agar seluruh peserta yang telah terdaftar dapat menerima pelayanan kesehatan secara optimal, dan yang belum terdaftar dapat ditindaklanjuti. Selain itu, perlu dipikirkan metode identifikasi/ verifikasi kepesertaan yang lebih praktis dan akurat seperti penggunaan sidik jari.

3. Penguatan Gate Keeper
Efisiensi biaya pelayanan kesehatan dapat tercapai hanya dengan mengoptimalkan fungsi FKTP sebagai gate keeper, dimana FKTP harus dapat menapis 144 penyakit, agar angka rujukan ke FKRTL rendah. Untuk itu diperlukan peran serta Pemerintah Daerah / Dinas Kesehatan dalam meningkatkan kinerja FKTP dengan mengoptimalkan berbagai faktor seperti: peningkatan jumlah SDM dokter dan tenaga kesehatan, standardisasi alkes dan peralatan penunjang, pemenuhan ketersediaan obat dan BHP, serta peningkatan sarana dan prasarana di FKTP.

Pada sisi Sistem Informasi, ketersediaan infrastruktur dan jaringan internet (ISP) yang dapat diandalkan di FKTP akan menyebabkan otomasi pelayanan berjalan dengan optimal yang berdampak pada efisiensi dan efektifitas pelayanan.