Jakarta – Telah berlangsung Seminar Pengembangan Profesi Manajemen Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh mahasiswa peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Seminar pengembangan profesi ini mengusung tema “Harga Mati Disiplin Protokol Kesehatan Masyarakat Jabodetabek”, diselenggarakan pada hari Jumat, 20 November 2020, pukul 13.00 – 16.00 WIB melalui media Zoom could meetings dan live youtube HACAMSA UIN JAKARTA.
Seminar ini dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta yang berasal dari berbagai instansi dan berbagai daerah. Seminar ini menghadirkan Anies Rasyid Baswedan, Ph.D. (Gubernur DKI Jakarta) sebagai keynote speaker, yang pada acara diwakilkan oleh kepala bidang kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr. Fify Mulyani, MARS.
Selain itu, acara ini menghadirkan tiga pembicara, yaitu Idris Ahmad, S.KM. (DPRD DKI Jakarta) sebagai perwakilan dari pemerintahan, Deddy Darmawan, S.KM (Praktisi Kesehatan Masyarakat) sebagai perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Baequni, S.KM., M.Kes., Ph.D. (Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia DKI Jakarta) sebagai perwakilan dari akademisi, dan acara ini dimoderatori oleh Mochamad Iqbal Nurmansyah, M.Sc. (Dosen Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Tema “Harga Mati Disiplin Protokol Kesehatan Masyarakat Jabodetabek” diangkat karena kasus COVID-19 masih terus mengalami lonjakan, yang membuat berbagai sektor kewalahan, dan protokol kesehatan yang mulai diabaikan.
Pemaparan materi pada seminar ini diawali oleh Keynote Speaker dr. Fify Mulyani, MARS yang memaparkan tentang Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Implementasi Perilaku Masyarakat Terhadap Protokol Kesehatan di DKI Jakarta.
Poin yang dapat diambil dari Keynote Speaker adalah perlunya keterlibatan seluruh pihak untuk membangun budaya baru yang pro-pengendalian COVID-19. Penerapan protokol kesehatan harus terus berjalan dan tidak kendor dalam penerapannya.
Harga Mati Disiplin Protokol Kesehatan memang benar-benar harus di terapkan, baik di keluarga maupun disekeliling kita. Harga mati ini tidak sederhana, karena bagaimana kita mulai melihat diri kita, mampukah kita menerapkan protokol kesehatan dengan benar. Dan yang paling utama adalah kita mampu menegur orang disekitar kita saat protokol kesehatan tidak diterapkan, karena semuanya tidak memungkin apabila diserahkan kepada unsur aparat pemerintah semata.
Seminar ini kemudian dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan tentang Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Implementasi Perilaku Masyarakat Terhadap Protokol Kesehatan di Jabodetabek.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor predisposing (pengetahuan) dan faktor enabling (pemungkin/ pendukung) sudah cukup baik dengan presentase variatif diatas 50%, sedangkan faktor reinforcing (penguat) pada partisipasi RT/RW masih dibawah 50%. Selain itu, terdapat pendapat masyarakat mengenai protokol kesehatan seperti, masyarakat merasa sesak apabila terlalu lama memakai masker, hingga penerapan protokol kesehatan yang dianggap tidak konsisten dan ribet.
Pemaparan materi kemudian dialanjutkan oleh pembicara pertama Bapak Idris Ahmad, S.KM yang memaparkan tentang Peran Pemerintah dan Upaya yang telah Dilakukan dalam Mendukung Protokol Kesehatan serta Hambatan dan Tantangannya.
Poin yang dapat diambil adalah kita harus melihat bahwa ada pembagian peran yang saling terkait dan mendukung antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat memiliki peran untuk melakukan 3M (Mencuci tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak), pemerintah memiliki peran 3T (Testing, Tracing, Treatment) serta enabler dan einforcment terhadap penerapan 3M.
Selain itu, dari berbagai kebijakan yang telah dilakukan, upaya Pemprov DKI Jakarta dalam penguatan 3T diantaranya adalah meningkatkan kapasitas Labkesda dan Lab jejaring kontainer, melakukan Kolaborasi Sosial Berkala Besar (KSBB) dengan sektor swasta.
Jakarta idealnya memiliki 4.619 orang tracer, namun saat ini baru sekitar 1.500 orang. Ada beberapa kendala dari Puskesmas terkait tracing diantaranya kapasitas SDM, bukan hanya sekadar SDM untuk melakukan tracing saja, namun juga sampai pada menginput hingga mengolah data, yang akhirnya pada bulan November ini, terdapat terobosan dengan merekrut relawan untuk meningkatkan upaya tracing.
Selain itu, terdapat tantangan dalam pelaksanaan tracing, yaitu bagaimana pemerintah harus meningkatkan kecepatan testing bukan hanya sebatas pada peningkatan kapasitas Lab saja. Terkait upaya testing harus kita pastikan bahwa lama hasil testing harus selesai sesegera mungkin, sebisa mungkin harus 1×24 jam mengeluarkan hasil testingnya, agar penanganan pasien positif COVID-19 dapat dilakukan sesegera mungkin.
Untuk upaya Treatment, terdapat pengaktifan fasilitas non rumah sakit maupun penambahan atau pengalihfungsian rumah sakit menjadi Rumah Sakit Khusus COVID-19. Untuk rumah sakit yang dialihkan menjadi rumah sakit full COVID-19 terdapat tantangan-tantangan tersendiri untuk menghadapi kondisi kegawat daruratan, seperti rumah sakit harus memutar otak untuk mengubah layout dan lain-lain agar menjadi rumah sakit yang aman dan tidak berisiko tinggi untuk menangani COVID-19.
Tantangan dan hambatan pandemi saat ini, yaitu Jakarta masih menyanggah kapasitas lab daerah bodetabek, promosi kesehatan dan penegakan protokol kesehatan berdasarkan kluster prioritas, kapasitas labkesda masih rendah dan lama waktu hasil swab lebih dari 3 hari yang perlu kita dorong terus menjadi 1×24 jam.
Selain itu kelelahan emosional yang terjadi karena tidak tahu kapan pandemi akan berakhir, hal ini menyebabkan penerapan 3M dan kesadaran masyarakat semakin rendah. Anggaran menjadi tantangan tersendiri ditengah kebutuhan lain yang harus disiapkan seperti banjir dan menuju fase pemulihan ekonomi, bagaimana anggaran untuk promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan multisektoral faktor.
Konsistensi dan ketegasan menjadi hal penting yang harus dilakukan terhadap penegakan protokol kesehatan, serta perlu adanya kebijakan terintegrasi antar wilayah, mengingat pandemi bukan hanya sebatas wilayah administrasi.
Pemaparan materi berikutnya dilanjutkan oleh pembicara kedua, Bapak Deddy Darmawan, S.KM yang memaparkan tentang Peran LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam Mendukung Partisipasi Masyarakat Menerapkan Protokol Kesehatan. LSM merupakan bagian yang cukup penting, karena dapat menjangkau hingga tingkat akar rumput untuk mendorong partisipasi masyarakat menerapkan protokol kesehatan.
Poin yang dapat diambil adalah LSM juga memiliki peran membantu pemerintah dalam mendukung partisipasi masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti melakukan pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan fasilitator dan relawan, edukasi penyampaian informasi pencegahan COVID-19, distribusi APD (Alat Pelindung Diri), monitoring dan evaluasi pelaksanaan protokol kesehatan dilapangan, dan pembelajaran.
Pemaparan materi berikutnya dilanjutkan oleh pembicara ketiga, Bapak Baequni, S.KM., M.Kes., Ph.D. Poin yang dapat diambi adalah bahwa Kampus memiliki peran yang strategis karena didalamnya terdapat akademisi dan jaringan-jaringan lainnya.
Jika kampus bukan menara gading, dalam arti bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat disekitarnya, maka kampus dapat memberikan manfaat positif. Oleh karena itu, kita mesti masuk ke akar rumput agar kampus-kampus kembali bersatu dengan masyarakat, agar masyarakat disekitarnya terang-benerang oleh ilmu pengetahuan, pengabdian dan riset.
Diskusi pada seminar ini diakhiri dengan closing statement dari ketiga pembicara, yang intinya adalah pentingnya peran lintas aktor dan lintas sektor dalam pengendalian COVID-19.
Penulis
Didi Khaerudin
Peminatan MPK Prodi Kesmas
FIKes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta