Lindungi Generasi Muda dari Japanese Encephalitis dengan Imunisasi JE

Berdasarkan data surveilans Acute Encephalitis Syndrome (AES) per Januari 2024, tercatat 77 kasus di Bali, 28 kasus di Kalimantan Barat, dan 13 kasus di Yogyakarta. Mengingat Yogyakarta merupakan wilayah endemik Japanese Encephalitis (JE), pemerintah setempat melaksanakan imunisasi massal secara serentak pada September hingga Oktober 2024. Salah satu kegiatan vaksinasi dilakukan oleh Puskesmas Ponjong 2 di Gunungkidul pada 10 September 2024 dengan sasaran bayi, balita, dan anak-anak usia 9 bulan hingga 15 tahun. Program ini merupakan upaya penting dalam mencegah radang otak yang disebabkan oleh virus JE, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Culex, dan berisiko tinggi bagi anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Berdasarkan data surveilans Acute Encephalitis Syndrome (AES) per Januari 2024, tercatat adanya 77 kasus di Bali, 28 kasus di Kalimantan Barat, dan 13 kasus di Yogyakarta. Mengingat Yogyakarta adalah salah satu wilayah endemik Japanese Encephalitis (JE), pemerintah setempat memutuskan untuk melaksanakan imunisasi massal secara serentak di wilayah tersebut selama dua bulan penuh, yaitu pada bulan September dan Oktober 2024. Bertempat di Kelurahan Gombang, Ponjong, Gunungkidul, Pada tanggal 10 September 2024, Puskesmas Ponjong 2 melakukan vaksinasi JE sebagai upaya pencegahan terhadap radang otak yang disebabkan oleh virus JE. Sasaran dari program vaksinasi ini adalah bayi, balita, dan anak-anak berusia 9 bulan hingga 15 tahun kurang satu hari, dengan target sebanyak 181 peserta dan durasi kegiatan selama tiga jam.

Japanese Encephalitis (JE) adalah salah satu penyebab utama radang otak akibat infeksi Japanese Encephalitis Virus (JEV) yang menjadi ancaman bagi lebih dari 3 miliar orang di seluruh dunia. Di Asia, termasuk Indonesia, JE menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, di mana 85% penderita JE berusia di bawah 15 tahun. Virus ini merupakan bagian dari genus flavivirus, sekelompok virus yang juga mencakup virus dengue, Zika, demam kuning, dan West Nile. Virus JE umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk spesies Culex, terutama Culex tritaeniorhynchus, yang berkembang biak pesat di daerah pedesaan dan pinggiran kota, terutama pada musim hujan.

Sebagian besar infeksi JE menunjukkan gejala yang ringan seperti demam dan sakit kepala, atau bahkan tidak bergejala. Namun, pada kasus yang lebih serius, setelah masa inkubasi 4 sampai 14 hari, penderita dapat mengalami gejala seperti demam tinggi mendadak, nyeri gastrointestinal, leher kaku, disorientasi, dan dalam beberapa kasus yang parah, penderita bisa mengalami kejang, koma, kelumpuhan, bahkan kematian. Jika penderita selamat, sering kali terdapat gejala sisa seperti kelumpuhan atau gangguan fungsi otak. Mengingat belum ada pengobatan khusus yang dapat menyembuhkan JE, pencegahan melalui imunisasi menjadi langkah yang paling efektif.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan vaksinasi sebagai langkah pencegahan utama yang aman dan efektif untuk melindungi anak-anak dari JE. Pemerintah Indonesia, dalam upaya mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, telah berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi, termasuk JE. Dengan menambahkan vaksinasi JE ke dalam program imunisasi rutin di wilayah endemik, diharapkan penyebaran penyakit ini dapat dicegah dan generasi muda terlindungi dari risiko kecacatan atau kematian akibat JE. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya menciptakan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan tangguh.

Artikel ini sudah direview oleh:

Kontras Dwi Astuti,Amd.Keb., Tenaga Promkes Puskesmas Ponjong II, 08112951922

Yuk Share Postingan Ini:
nailytasya
nailytasya
Articles: 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *