Saat ini, Indonesia menghadapi ancaman besar dalam bidang kesehatan masyarakat yang datang dari makanan ultra-proses (ultra-processed food atau UPF). Menurut laporan Global Nutrition Report 2021, konsumsi makanan ultra-proses di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, meningkat secara signifikan dalam satu dekade terakhir. Data dari Global Burden of Disease Study 2019 menunjukkan bahwa pola makan tidak sehat, termasuk tingginya konsumsi UPF, menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas, diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit jantung di Indonesia.
Hal ini menyebabkan Indonesia kini berada di persimpangan yang kompleks apakah akan memperketat regulasi terhadap makanan ultra-proses untuk melindungi kesehatan masyarakat atau tetap memberikan ruang yang luas bagi industri untuk tumbuh tanpa kendali yang memadai?
Apa Itu Makanan Ultra-Proses dan Mengapa Berbahaya?
Makanan ultra-proses adalah produk makanan yang telah mengalami proses industri yang kompleks, dengan penambahan bahan-bahan seperti pengawet, pemanis buatan, perisa, dan pewarna. Contohnya meliputi camilan kemasan, mie instan, minuman ringan, nugget, dan sereal instan. Konsumsi makanan ultra-proses secara berlebihan berkaitan erat dengan peningkatan risiko obesitas, penyakit kardiovaskular, dan kematian dini.
Studi dari British Medical Journal (2019) menunjukkan bahwa setiap peningkatan 10% konsumsi makanan ultra-proses dalam diet seseorang dapat meningkatkan risiko kematian dini sebesar 14%. Di Indonesia, pola makan masyarakat telah bergeser dari makanan segar dan alami ke makanan olahan karena kemudahan akses dan harga yang relatif murah.
Fenomena di Indonesia: Dari Pasar Tradisional ke Supermarket
Transformasi gaya hidup masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor utama meningkatnya konsumsi UPF. Menurut data Nielsen Retail Audit 2022, penjualan produk makanan ultra-proses seperti mie instan, minuman manis, dan camilan kemasan terus meningkat dengan pertumbuhan tahunan rata-rata 6-8%. Sementara itu, survei Riskesdas 2018 mencatat bahwa 21,8% orang dewasa di Indonesia memiliki obesitas, dan prevalensi ini naik menjadi 23,4% pada SKI 2023.
Pertumbuhan industri makanan olahan juga dipicu oleh kebijakan perdagangan bebas yang memudahkan impor bahan baku murah untuk produksi UPF. Dalam konteks ini, pemerintah menghadapi dilema antara mendukung pertumbuhan industri makanan olahan, yang menyerap tenaga kerja dan meningkatkan PDB, atau melindungi kesehatan masyarakat dari dampak buruk konsumsi UPF.

Kebijakan Saat Ini: Apakah Sudah Cukup?
Di Indonesia, regulasi mengenai makanan ultra-proses masih terfragmentasi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatur pelabelan kandungan gizi, tetapi penerapannya belum konsisten. Sementara itu, cukai terhadap minuman berpemanis, yang telah diusulkan sejak 2020, masih tertunda hingga hari ini. Negara-negara lain, seperti Meksiko dan Chili, telah menerapkan kebijakan pelabelan “peringatan kesehatan” pada makanan tinggi gula, garam, dan lemak jenuh, yang terbukti efektif menurunkan konsumsi makanan tidak sehat.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Negara Lain?
Chili adalah salah satu contoh sukses dalam mengatur konsumsi makanan ultra-proses. Sejak 2016, negara ini memberlakukan kebijakan pelabelan “high in” pada makanan yang tinggi gula, garam, dan lemak, disertai larangan iklan untuk anak-anak. Sebuah studi menunjukkan bahwa kebijakan ini menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 23,7% dalam tiga tahun pertama.
Brasil juga telah mengambil langkah maju dengan menyusun Food Guide for the Brazilian Population yang mendorong konsumsi makanan segar dan membatasi makanan ultra-proses. Pendekatan ini mencakup kampanye edukasi publik yang secara eksplisit menyebut bahaya konsumsi makanan ultra-proses.
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari kebijakan-kebijakan ini, tetapi tantangan yang dihadapi berbeda. Dengan populasi besar dan beragam, kebijakan yang dirancang harus mempertimbangkan dinamika sosial-ekonomi dan budaya masyarakat.

Mengapa Kita Perlu Bertindak Sekarang?
Tidak bertindak terhadap konsumsi makanan ultra-proses akan membawa konsekuensi serius bagi Indonesia. Biaya kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular terus meningkat. Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa total pembiayaan kasus DM, hipertensi, dan penyakit penyerta selama 2014-2023 mencapai 174,1 Triliun.
Selain itu, dampak jangka panjang terhadap kualitas hidup generasi mendatang menjadi kekhawatiran utama. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola makan tinggi UPF memiliki risiko lebih besar mengalami masalah kesehatan di masa depan, termasuk obesitas dan gangguan metabolik. Jika tidak segera diatasi, fenomena ini akan menjadi ancaman serius bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan
Untuk melindungi kesehatan masyarakat tanpa mengorbankan perkembangan ekonomi, pemerintah dapat mempertimbangkan langkah-langkah berikut:
- Pelabelan Peringatan Kesehatan
Pemerintah perlu mewajibkan pelabelan “peringatan kesehatan” pada makanan ultra-proses yang tinggi gula, garam, atau lemak jenuh. Pelabelan ini harus sederhana dan mudah dipahami oleh konsumen. - Edukasi Publik
Kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya makanan ultra-proses sangat diperlukan. Pemerintah dapat bekerja sama dengan sekolah, media, dan komunitas untuk menyampaikan pesan ini. - Regulasi Iklan
Membatasi iklan makanan ultra-proses, terutama yang ditujukan untuk anak-anak, dapat mengurangi daya tarik produk-produk ini di kalangan generasi muda. - Pajak pada Produk Tidak Sehat
Mengadopsi kebijakan cukai pada makanan ultra-proses, terutama minuman berpemanis, dapat menekan konsumsi sekaligus meningkatkan pendapatan negara yang bisa dialokasikan untuk program kesehatan. - Mendorong Inovasi di Industri Makanan
Pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen untuk menciptakan alternatif makanan sehat dengan harga terjangkau. - Panduan Makanan Nasional
Menyusun panduan makanan nasional yang secara eksplisit menganjurkan konsumsi makanan segar dan alami, serta membatasi konsumsi UPF, seperti yang dilakukan Brasil.
Indonesia tidak bisa terus berada di persimpangan tanpa mengambil keputusan yang tegas. Konsumsi makanan ultra-proses telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional. Dengan belajar dari negara lain dan mengadaptasi kebijakan sesuai konteks lokal, Indonesia dapat melindungi generasi mendatang dari dampak buruk makanan ultra-proses. Pilihan ada di tangan kita: bertindak sekarang atau menghadapi konsekuensi kesehatan yang lebih besar di masa depan.

Penulis:
Tri Auri Putri Ayuningtyas
Mahasiswa FKM Universitas Indonesia
Daftar Referensi
- Global Nutrition Report. (2021). Country Nutrition Profiles: Indonesia.
- Global Burden of Disease Study. (2019). The Lancet Public Health.
- Monteiro, C. A., et al. (2019). Ultra-processed food: what they are and how to identify them. Public Health Nutrition.
- UNICEF. 2024. Analisis lanskap kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia. Ringkasan temuan kunci. United Nations Children’s Fund, Jakarta