Perokok harus memiliki rasa toleransi memperhatikan kesehatan lingkungan. Salah satunya di dalam rumah tangga. Apalagi jika ada lebih dari satu orang perokok di dalam rumah, tentu bisa membahayakan kesehatan bagi anggota keluarga lainnya.
“Setiap orang harus saling memahami, baik perokok dan yang tak merokok harus saling memahami. Bagaimana jika perokok di posisi yang tak merokok? Menutup hidung dan kipas-kipas pastinya bagi yang tak merokok. Lalu yang merokok, tetap diberikan ruang untuk merokok terpisah. Makanya jika di dalam keluarga ada yang merokok, harus ke luar rumah,” kata Peneliti dan Dosen Senior Universitas Padjajaran, Ardini S Raksanagara dalam Diskusi Panel Potensi Alternatif Produk Tembakau di LIPI, Rabu (9/8).
Ardini menyebutkan berbagai dampak yang bisa muncul akibat perokok di dalam rumah tangga. Salah satunya Penyakit Jantung Koroner (PJK) dipicu oleh rokok.
“Semuanya juga pasti tahu bahaya rokok. Bagaimana saat ibu hamil tetap merokok, bisa mengancam janinnya. Bisa juga bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),” katanya.
Kemudian penyakit lainnya yakni paru-paru. Para perokok aktif di dalam rumah tangga harus memahami anak dan istri mereka bisa terpapar asap rokok. Tar dan nikotin hasil pembakaran, bisa mencemari udara di dalam rumah tangga.
“Penyakit paru-paru paling tinggi akibat rokok. Begitu pula bagi perokok pasif. Fungsi paru-paru bisa menurun,” ungkap Ardini.
Ardini menjelaskan rokok juga bisa menyebabkan tak hanya penyakit, akan tetapi kemiskinan. Setiap hari jika kepala keluarga membeli rokok dua bungkus, maka jika dihitung satu bulan bisa untuk biaya sekolah atau membeli buku.
“Saya ini kepala sekolah Madrasah anak-anak tak mampu di Bandung, tapi saat saya survei rumahnya, bapak ibunya merokok. Itu kan keterlaluan. Begitu pula Pak Lurah misalnya, buru-buru mematikan rokok karena ada saya selaku RW. Saya merasa seperti satpam pengawas perokok. Artinya, setiap perokok aktif dan pasif harus saling memahami kesehatan lingkungannya,” tegas Ardini.
Sumber jawapos.com