Di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Pemkab setempat malah membentuk kader pemburu tuberkulosis di seluruh puskesmas di wilayah paling timur Pulau Jawa itu untuk membantu para penderita TB.
Pelepasan pertama kader pemburu tuberkulosis itu dilangsungkan di Puskesmas Wongsorejo oleh Ketua Tim Penggerak PKK Banyuwangi Ny Ipuk Fiestiandani Azwar Anas, Minggu (12/3/2017).
“Puskesmas Wongsorejo ini mengawali pembentukan kader pemburu TB. Setelah ini akan diikuti seluruh puseksmas yang ada di Banyuwangi,” katanya.
Ia menjelaskan saat ini Puskesmas Wongsorejo memiliki 10 kader yang siap melakukan pemburuan terhadap warga yang mengidap penyakit TB.
Kader pemburu TB ini terdiri dari petugas puskesmas, masyarakat, dan anggota ormas keagamaan. Mereka telah dibekali wawasan seputar TB dan pencegahannya.
Dani, sapaan akrab Ipuk Fiestiandani, mengatakan selama ini yang dilakukan pemerintah dalam mendeteksi TB melalui cara pasif di mana penderita TB datang ke puskesmas atau rumah sakit untuk memeriksakan diri dan diobati. Hal itu, lanjut dia, tidak bisa tuntas memotong rantai penularan penyakit TB.
“Kalau instrumen layanan kesehatan publik bersifat pasif, susah bagi kita untuk mendeteksi sekelilingnya. Padahal penularan TB ini sangat dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar. Kalau sudah ada kader TB, mereka ini yang akan mengecek langsung ke rumah-rumah warga. Kader bisa sekaligus mengecek kondisi penderita dan lingkungan sekitarnya,” katanya.
Dani menjelaskan kebanyakan kasus TB baru diketahui belakangan karena masih ada warga yang belum rutin berobat ke puskesmas.
“Ini jadi perhatian kita semua. Selain saat ini puskesmas rutin mengecek kondisi warga, kader TB juga akan aktif memantau pasien TB. Mereka yang waktunya berobat ke puskesmas, akan terus diingatkan kader. Bahkan bila perlu, obat akan diantar karena memang harus rutin diminum,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Wongsorejo Moh Shodiq menambahkan penderita TB di wilayahnya terdeteksi sebanyak 64 orang.
“Target kami, 2.000 rumah yang ada di lima desa di wilayah Wongsorejo ini akan diperiksa kondisi dan lingkungannya. Karena kondisi rumah ini sangat mempengaruhi tingkat penularan. Dalam kerjanya, setiap kali kader turun akan memeriksa 10 rumah dan ini bergilir ke seluruh desa,” kata dia.
Mekanisme kerjanya, lanjut Shodiq, setelah ditemukan warga yang terindikasi TB dari pemeriksaan dahak, mereka akan langsung dirujuk ke rumah sakit untuk diperiksa secara intensif. Setelah dari rumah sakit, penderita TB yang telah diperiksa tersebut akan dikembalikan ke puskesmas untuk mendapatkan perawatan TB hingga sembuh.
“Untuk bisa sembuh total, minimal untuk perawatan TB memakan waktu sekitar enam bulan. Mereka akan didampingi kader selama menjalani perawatan di puskesmas,” kata Shodiq.