Bandung, 28 Juli 2018, Alhamdulillah, saya berkesempatan berkunjung ke Kampus STIKes Dharma Husada Bandung (DHB), atas undangan sahabat saya Kang Ejeb Ruhyat. Komunikasi singkat sebelumnya, berawal dari diskusi ringan tentang pemanfaatan media website dan media sosial sebagai media promosi kesehatan, menjadi awal langkah saya berkunjung ke Kampus DHB ini.
Kali ini saya diundang sebagai “Dosen Tamu”, mengisi kelas para mahasiswa semester 6, dengan tema Media Promosi Kesehatan, dengan peserta kelas 60 orang mahasiswa reguler dan ekstensi. Boleh dikata ini bukan kelas biasa, namun “Kelas Super”! Mengapa? Ya, karena saya minta semua mahasiswa yang hadir dalam kelas saya kali ini untuk membawa Laptop, menyiapkan akses internet, dimana seharian full mereka akan belajar dan praktek langsung tentang pemanfaatan Media Web (Blog) maupun Media Sosial seperti Facebook dan Instagram, sebagai media penyebaran informasi kesehatan kepada masyarakat luas.
Seperti kita ketahui, informasi kesehatan merupakan salah satu HOAX yang paling sering, paling mudah dijumpai di media sosial maupun internet. Hampir setiap orang saat ini, baik di desa maupun di perkotaan terhubung atau mengakses media sosial. Dan generasi masa depan, anak-anak yang sekiranya belum cukup umur pun sudah terpapar teknologi media sosial ini. Tentu kita perlu memandangnya sebagai peluang, selain itu menjadi tantangan tersendiri untuk rekan-rekan nakes saat ini.
Lihat saja iklan rokok, disaat beberapa daerah mengeluarkan Perda tentang larangan iklan rokok, wilayah tersebut bebas dari iklan konvensional, namun tetap saja masyarakat di daerah tersebut dapat dengan mudah terpapar iklan rokok melalui media web misalnya.
Lihat juga trend promosi kesehatan seperti obat pelangsing, iklan ingin cepat hamil, dan berbagai macam informasi terkait kesehatan lainnya di media sosial. Dengan santainya mereka melabeli diri mereka sebagai “konsultan kesehatan” padahal latar belakang pendidikan ataupun profesi mereka kadang jauh dari kata kesehatan. Seolah dengan mengikuti seminar – seminar atau training kesehatan yang dilakukan oleh produsen/ distributor obat, suplemen, berbekal sertifikat menjadi dasar bagi mereka berhak melabeli diri sebagai “Konsultan Kesehatan”!
Untuk itu, kita selaku tenaga kesehatan pun wajib memiliki kemampuan, skill yang mampu mengimbangi hal tersebut. Tidak cukup hanya melakukan posting/ update status saja, tetapi mampu memahami alur dan proses optimasi itu semua agar didapat hasil yang maksimal.
Dari tanya jawab ringan kepada peserta mahasiswa yang mengikuti kelas, hampir sebagian besar sudah dan aktif bersosial media. Ada 1-2 mahasiswa yang memilih untuk menon-aktifkan media sosial mereka dengan alasan tertentu. Tapi hampir sebagian besar mereka hanya tahu proses rutinitas update status, tanpa tahu bagaimana proses mengukur kinerja postingan mereka, bagaimana cara menjangkau audience yang sesuai dengan tujuan informasi yang kita sebar di media sosial.
Dan hal ini pun banyak dijumpai di Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, ataupun institusi kampus sekalipun. Hampir semuanya punya web, punya akun media sosial, ada staf yang bertugas untuk mengelola (update) namun pimpinan mereka jarang yang mengetahui bagaimana mengukur efektifitas kinerja arus informasi yang sudah mereka bagikan di media web atau media sosial tersebut.
Tentunya, perkembangan media informasi yang semakin canggih ini sedianya mampu dimanfaatkan dengan baik oleh rekan-rekan tenaga kesehatan. Bukan berarti meninggalkan media konvensional yang selama ini sudah berjalan, namun dengan pemanfaatan media teknologi, tentu pesan promosi kesehatan diharapkan dapat terkirim secara lebih masif dan menjangkau masyarakat lebih luas.
Bagaimana dengan anda?
Assalamualaikum wr. Wb.
terimakasih @kang niwa telah sharing ilmu kepada kami mahasiswa STIKes Dharma husada bandung. sangat bermanfaat sekali khususnya untuk saya sebagai petugas promkes nantinya. semoga ilmu yang di sharing kan kepada kami menjadi amal ibadah yang tak pernah putus-putus pahalanya… Aamiin