Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Elizabeth Jane Soepardi mengatakan campak yang terjadi di Bali merupakan kejadian luar biasa dan bukan merupakan wabah. Hal ini disampaikam Elizabeth, menyusul pernyataan yang dikeluarkan oleh Epidemiologi medis Australia Barat Gary Dowse.
Sebelumnya Gary mengatakan, lebih dari 20 kasus sejak 2013, termasuk tujuh kasus pada tahun ini, ditemukan warga yang menderita campak usai berlibur ke luar negeri termasuk Bali. Sehingga Gary mengimbau warga Australia Barat yang akan ke luar negeri, khususnya ke Bali, diperingatkan untuk membekali dengan vaksinasi campak.
“Hasil investigasi, kasus campak di Bali terjadi pada usia dewasa muda. Ini termasuk Kejadian Luar Biasa, bukan wabah,” kata Elizabeth ketika dihubungi Netralnews.com saat sedang bertugas di Jenewa, Swiss, Jumat (5/5/2017).
Lebih lanjut Elizabeth menjelaskan, untuk mencegah campak satu-satunya cara adalah melalui imunisasi pada bayi. Dikatakan Elizabeth, paling cepat imunisasi diberikan saat usia sembilan bulan, karena sebagian besar bayi, kekebalan dari ibunya sudah habis.
“Kalau di negara maju, setelah satu dosis pada usia sembilan-12 bulan, diberi dosis ke dua pada usia 18-25 bulan, untuk mengantisipasi mereka yang saat terima dosis pertama, kekebalan dari ibu masih ada,” ujar Elizabeth.
Elizabeth menerangkan di Indonesia sendiri, dosis campak ke dua diberikan waktu masuk Sekolah Dasar (SD), yakni sekitar 2007, karena angka bersekolah tingkat SD mendekati 100%. Elizabeth juga menilai cara ini sangat cost effective dan mampu mencegah penularan disekolah.
“Provinsi Bali tingkat cakupan campak dosis satu maupun campak disekolah sangat tinggi. Karena masalah anggaran, Indonesia termasuk Bali baru memberikan imunisasi campak untuk anak usia 18-24 bulan pada 2014,” jelas Elizabeth.
Sehingga diperkirakan wabah campak tersebar pada mereka yang belum mendapat imunisasi campak dosis ke dua, baik waktu berumur 18-24 bulan maupun waktu masuk SD.
Sumber netralnews.com