JAKARTA — Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengaku mendapatkan banyak masukan terkait penanganan penyebaran difteri di wilayahnya. Menurut dia, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek telah memastikan kejadian luar biasa (KLB) ini disebabkan oleh gagalnya program vaksinasi.
“Saya mendapatkan begitu banyak masukan, Bu Menkes juga sudah memastikan bahwa gagal vaksin itu salah satu penyebab daripada difteri ini,” kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (5/12).
Sandiaga mengatakan vaksinasi telah menjadi salah satu fokus utama pelayanan kesehatan di Jakarta. Sayangnya, program ini belum dapat disosialisasikan dengan baik oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI.
“Kembali karena vaksinnya kemarin nggak bisa mendapatkan sosialisasi yang baik mungkin dari segi kampanyenya kurang, dari segi pendekatannya kurang, dan ini PR besar untuk kita,” kata Sandiaga.
Ia mengingatkan Dinkes untuk melakukan sosialisasi dengan lebih baik. Dinkes juga perlu meyakinkan masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan preventif dan promotif. Dengan vaksinasi, ia berharap warga DKI tak rentan dengan masuknya berbagai penyakit.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sudah menetapkan status KLB untuk penyebaran difteri. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae dan telah memakan korban jiwa di setidaknya 20 provinsi di Indonesia.
Status KLB ditetapkan apabila ditemukan minimum satu kasus difteri. Adapun tindakan yang perlu dilakukan antara lain pemberian antibiotik, serum, dan imunisasi kepada orang-orang di sekitarnya.
Penyakit ini mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Meski ada vaksin DPT untuk pencegahan difteri, Public Health Emergency Operating Center (PHEOC) Kementerian Kesehatan baru-baru ini merilis data bahwa kasus difteri terdeteksi di 23 provinsi per November 2017. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam pernyataan tertulisnya menyampaikan kejadian luar biasa ini mengindikasikan bahwa program imunisasi nasional tidak mencapai sasaran. “Dalam menghadapi dan mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program imunisasi secara menyeluruh. Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis anak,” bunyi pernyataan tertulis IDAI, Sabtu (2/12).
Menurut analisis IDAI, ada dua hal yang menyebabkan difteri kembali merebak dan menjadi kejadian luar biasa di Indonesia. Pertama, cakupan imunisasi gagal mencapai target. Kedua, imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak.
Sebagai langkah penanggulangan, IDAI mengimbau masyarakat agar lebih jeli mengenali gejala difteri. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah juga harus segera diperiksa oleh dokter. Ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga lain yang menderita atau karier pembawa kuman difteri.