Penyakit Leptospirosis yang disebabkan bakteri Leptospira muncul dan meluas di Kebumen. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kebumen sejak 10 Februari hingga 26 Maret 2017 telah terjadi 47 kasus di 37 desa 16 kecamatan di Kebumen, 8 orang diantaranya meninggal dunia. Terdiri dari, 6 orang terindikasi positif Leptospirosis dan 2 orang suspek Leptospirosis.
“Berdasarkan data tersebut epidemi Leptospirosis kali ini kami tetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) dengan angka kefatalan kasus atau CFR mencapai 17,39 %,” ungkap Kepala Dinkes Kebumen, Hj Rini Kristiani MKes dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Leptospirosis di Ruang Rapat Sekretariat Daerah Kabupaten Kebumen, Senin (27/03/2017).
Kemunculan epidemi leptospirosis di Kebumen tersebut menurut Rini bermula dari laporan KDRS (Kewaspadaan Dini Rumah Sakit) RS Purwogondo Kecamatan Kuwarasan Kebumen pada 10 Februari 2017 dengan pasien klinis Leptospirosis atas nama Taufik Hidayat (20) asal Banjararjo Kecamatan Ayah Kebumen.
“Setelah itu, terjadi peningkatan kasus secara signifikan hingga minggu ketiga Maret 2017, terbanyak di Kecamatan Buayan dan Kuwarasan, masing-masing 8 kasus dan penderita mayoritas adalah petani yang aktif bekerja di sawah,” beber Rini.
Adapun penderita meninggal akibat positif Leptospirosis berasal dari Sikayu Kecamatan Buayan, Pandansari Kecamatan Sruweng, Plarangan Kecamatan Karanganyar, Kuwayuhan Kecamatan Pejagoan, Seliling Kecamatan Alian dan Semanding Kecamatan Gombong. Sedangkan dua penderita yang meninggal dengan suspek Leptospirosis berasal dari Kaleng Kecamatan Puring dan Banyuroto Kecamatan Adimulyo.
“Untuk uji laboratorium kami bekerjasama dengan Balitbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Banjarnegara. Pemeriksaan sampel atas tikus yang ditangkap di Sikayu Buayan dan Mangli Kuwarasan, ditemukan tikus yang positif Leptospira,” jelas Rini. (Dwi)