Namaku Afifah Kania Dewi, aku lahir di Jakarta 26 tahun yang lalu. Aku lulus dari D-3 Kebidanan Akbid Widya Karsa Jayakarta tahun 2013, dan D4 Kebidanan STIKES Indonesia Maju tahun 2015.
Cita-cita waktu kecil aku ingin menjadi guru, karena melihat sosok ibu yang berprofesi sebagai guru dan saya senang terhadap anak-anak. Cita-cita saat SMA ingin menjadi guru pendidikan luar biasa, karena aku berfikir tidak mau menjadi guru yang biasa-biasa saja dan melihat pendidikan guru luar biasa sangat sedikit peminatnya dan setiap aku bercerita tentang cita-cita ini kerap dianggap gila, ya mereka bilang “orang gila mau mengajar orang gila” ha…ha…
Namun itu semua pupus karena orang tuaku tidak merestui pilihanku. Mereka lebih senang kalau aku jadi tenaga kesehatan entah itu Dokter, Perawat atau Bidan. Profesi yang sama sekali gak pernah mampir di pikiranku.
Sempat menolak dan adu argument dengan orang tua, karena aku sudah mendaftar di kampus yang aku inginkan. Dan kalau aku mendaftar di kesehatan untuk kampus Negeri pun sudah tutup (untuk Prodi Kebidanan/ Keperawatan) dan kampus swasta pun sudah hampir tutup, rasanya tidak ada persiapan sama sekali.
Namun pada akhirnya aku menyadari, restu Tuhan berada di restu orang tua. Aku pun tekatkan dan memberanikan diri untuk mengambil kuliah jurusan kebidanan di Akademi Kebidanan Swasta dengan modal semangat aku harus bisa menikmati dan bisa memberi manfaat untuk banyak orang.
Selain itu aku juga menanamkan pada diriku sendiri untuk bisa menjadi bidan yang gak biasa-biasa aja, bidan yang gak hanya bekerja di Rumah Sakit, klinik dan lain sebagainya yang berada di kota. Aku meyakini suatu saat bisa bertemu dengan saudara-saudara yang berada di daerah pelosok/terpencil dan aku harus bisa bertemu mereka.
Alasan ini karena aku lahir dan besar di ibu kota dan seringnya melihat melalui televisi, majalah, youtube dan media lainnya tentang ketimpangan antara orang-orang yang berada di kota-kota besar dan saudara-saudara kita yang berada di daerah. Dan (ini sesuai dengan harapan orang tua untuk bisa membantu lebih banyak orang dan bermanfaat tanpa hanya mengedepankan materi saja).
Setelah lulus aku bekerja/magang di sebuah klinik swasta tanpa digaji selama kurang lebih tujuh bulan yang mana aku harus bekerja 24 jam atau shift dengan resiko tidak mendapat libur kerja. Di klinik waktu itu aku tidak hanya bekerja sebagai tenaga medis/bidan sesuai profesi, tapi juga dituntut untuk terampil dalam memasak untuk pasien, membersihkan seluruh ruangan klinik sampai mencuci sprei pasien, keset kaki pun aku jalani.
Disini sama sekali aku tidak memikirkan penghasilan/gaji. Yang ada dibenakku waktu itu adalah ingin menimba ilmu, ingin nabah pengalaman sebelum bisa benar-benar terjun langsung ke masyarakat. Dan aku selalu semangat dan ikhlas menjalani masa-masa tersebut, sampai aku melanjutkan kuliah lagi.
Setelah lulus kuliah D4 Kebidanan saya bekerja kontrak sebagai enumerator di LITBANGKES untuk penelitian penyakit tidak menular. Selesai kontrak menjadi enumerator saya mendapatkan informasi dari teman saya tentang Pencerah Nusantara (PN) dan saya mencari informasi lain tentang PN.
Waktu itu, yang aku bayangin tentang PN adalah, saya bisa mewujudkan cita-cita saya untuk berjumpa dengan saudara-saudara yang berada di daerah/pelosok negeri, saya hanya ingin bisa memberi sedikit manfaat minimal mereka bisa merasakan bagaimana bisa bertemu dengan tenaga kesehatan, diperhatikan, diberi sentuhan dan senyuman hangat dari kami yang tulus ingin membantu mereka dari sulitnya mengakses fasilitas kesehatan di negeri ini.
Usaha saya untuk bisa lolos PN pastinya berdoa memohon kepada Tuhan secara tulus, izin kepada orang tua dan menceritakan keinginan dan cita-cita saya, dan saya mengikuti seleksi dan tahapan-tahapan tersebut dengan hati yang yakin tulus dan santai, jika memang rejeki saya bisa menjadi PN berarti Tuhan meridhai jalan saya dan jika memang saya tidak diterima PN pada saat itu saya berkeyakinan pasti Tuhan sudah menyiapkan saya jalan yang lain dan saya harus siap dan ikhlas.
Dari proses seleksi PN yang paling membuat saya berdebar adalah saingan saya, yang mana pendaftar PN/saingan saya berasal dari Universitas Negeri di seluruh Indonesia sedangkan saya berasal dari Stikes Swasta yang biasa-biasa saja. Namun hal tersebut tidak menyurutkan tekat saya.
Tanggapan orang tua saat saya mendaftar PN sangat mendukung walau agak berat untuk ditinggal dan menyerahkan seluruhnya keputusan kepada saya, karena 80% saya yakin akan menjadi PN dan sisanya saya serahkan ke Sang Maha Penentu karena saiangan yang cukup berat.
Saat saya dinyatakan lolos seleksi PN saya merasakan Kebaikan Tuhan yang sangat luar biasa yang sudah menuntun dan melancarkan segalanya,saya terharu setelah itu saya melampiaskan dengan peluk orang tua dan saya joget-joget. Peran orang tua disini sangat besar bagi hidup saya karena selalu mendukung dan tak henti mendoakan saya,memberi saya dukungan dan semangat saat saya sedang proses seleksi.
Sampai akhirnya waktu pelatihan PN pun tiba, saya membayangi saya harus bisa mengimbangi teman-teman PN lainnya dan tidak mengecewakan orang tua, keluarga, dan penyelenggara yakni CISDI.
Persiapan berangkat PN sangat membuat saya sedikit kewalahan karena harus mengurus kelengkapan berkas, kelengkapan apa yang harus dibawa,berapa koper yang harus saya bawa, barang apa saja yang perlu dan tidak perlu dibawa, bongkar koper berkali-kali untuk memastikan barang bawaan sampai keluarga, saudara-saudara saya pun ikut repot hanya karena koper dan barang bawaan, dan kerepotan mengantar saya untuk pelatihan, karena maunya semua ikut, mulai dari orang tua, kakak, bude, bulek, mbak mas adik sepupu. Namun itu semua indah dan bahagia sekali rasanya dikelilingi dengan orang-orang yang sudah saying dengan saya.
Proses pelatihan PN, selama saya menjalani pelatihan PN saya selalu sangat takjub dan kagum dari materi yang saya terima dan dipertemukan dengan orang-orang yang sangat luar biasa, mulai dari teman-teman PN, panitia penyelenggra (CISDI), seluruh pemateri, ya pemateri yang sangat luar biasa orang-orang yang pengaruhnya cukup besar untuk keadaan kesehatan di Indonesia.
Sepanjang pelatihan di PN saya merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa, walau kadang kesal karena mungkin lelah dan jam tidur berkurang tapi itu semua dijalani dengan bahagia karena banyak teman-teman PN yang sangat luar biasa tangguhnya membuat saya selalu bersemangat.
Yang paling berkesan pada saat pelatihan PN adalah pada saat survival yang dimana kita belajar bertahan hidup dihutan, hal yang sama sekali belum pernah saya lakukan, disana mengajarkan kita bagaimana kita bertahan hidup, toleransi, saling membantu di keadaan seminimal mungkin, susah, senang, sedih, bahagia, dilakukan bersama-sama teman yang mebuat ikatan persaudaraan kami semakin kuat.
Dari proses pelatihan banyak sekali yang saya petik, karena PN sudah merubah hidup saya 180˚, dimana saya sangat jauh lebih bersyukur, lebih sensitive dengan lingkungan sekitar, memahami karakter, mengasih yang lebih lagi untuk sesama, lebih disiplin, taat, bertanggung jawab, dan sangat termotivasi untuk selalu belajar dan berinovasi.