Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China Dan India (Who, 2008).
Pada tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat ke-5 konsumen rokok terbesar setelah China, Amerika Serikat, Rusia Dan Jepang.
Pada tahun yang sama, Riset Kesehatan Dasar menyebutkan bahwa penduduk berumur di atas 10 tahun yang merokok sebesar 29,2% dan angka tersebut meningkat sebesar 34,7% pada tahun 2010 untuk kelompok umur di atas 15 Tahun.
Peningkatan prevalensi perokok terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun, dari 17,3% (2007) menjadi 18,6% atau naik hampir 10% dalam kurun waktu 3 Tahun.
Peningkatan juga terjadi pada kelompok umur produktif, yaitu 25-34 tahun dari 29,0% (2007) menjadi 31,1% (2010).
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok pun menjadi alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang ditunjukkan dengan mulai merokok pada kelompok usia 5-9 tahun.
Konsumsi rokok paling rendah terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun dan kelompok umur 75 tahun ke atas.
Hal ini berarti kebanyakan perokok adalah generasi muda atau usia produktif. Selanjutnya, pada daerah pedesaan, jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih banyak dibanding daerah perkotaan.
Sementara itu masyarakat Indramayu, setiap hari mengeluarkan uang untuk membeli rokok mencapai Rp 4,25 Miliar. Jika dikalikan sebulan, maka pengeluaran untuk rokok mencapai Rp 127,5 Miliar.
“Trend konsumsi rokok telah sampai pada kondisi yang menghawatirkan”, kata Soimalia (aktivis Tobaco Control).
Adapun dampak yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi rokok yaitu kesehatan si perokok itu sendiri dan juga kesehatan orang yang tidak merokok (perokok pasif).
Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat mengancam kehidupan ekonomi keluarga, terutama masyarakat menengah kebawah bahkan urutan kebutuhan konsumsi rokok menjadi urutan yang kedua setelah kebutuhan beras.
Yang artinya sebentar lagi tingkat kebutuhan rokok dan beras akan menjadi setara apabila tidak ada kebijakan yang pasti untuk menanggulanginya.
Seperti halnya KTR di Indramayu Provinsi Jawa Barat yang alhamdulilah sudah terealisasikan kebijakannya pada Peraturan Daerah No.8 Tahun 2016, namun untuk mengimplementasikan lagi program KTR tersebut diperlukan adanya sebuah peraturan PERBUB (Peraturan Bupati) dan nanti jika sudah terbuat PERBUB akan di buatnya SATGAS (Satuan Petugas) Anti Tembakau di Kabupaten Indramayu yang bertugas untuk memberikan sangsi apabila ada yang melanggar peraturan dalam KTR.
Dengan adanya PERDA (Peraturan Daerah) mengenai KTR di Kabupaten Indramayu sudah merupakan awalan yang sangat baik demi kemajuan kesehatan di Kota Mangga ini, serta tidak menutup kemungkinan bahwa setelah adanya PERDA kami pejuang No Tobacco menginginkan juga adanya perumusan untuk pembuatan PERBUB dan kami siap untuk berkontribusi dalam mengambil aksi dan audiensi bersama Bapak DPR Komisi C yakni Bapak Sirojudin.
Ingin rasanya Peraturan Daerah KTR No.8 Tahun 2016 di Indramayu mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok di lakukan serentak antara lain di:
- Tempat Umum (Mall, Hotel, Pasar, Restoran, dll)
- Tempat Kerja (Pemerintah dan Swasta)
- Tempat Ibadah
- Tempat Bermain dan/atau berkumpulnya anak-anak
- Kendaraan Angkutan Umum
- Lingkungan tempat Proses belajar Mengajar
- Sarana Kesehatan
- Sarana Olahraga
Besar harapan kami sebagai warga Indramayu untuk mencapai eksistensi mengenai pengimplementasian Perda KTR seperti Kota Bogor yang berhasil menerbitkan Perda No. 12 tahun 2009 tentang KTR dan dilanjutkan dengan terbitnya Peraturan Walikota(Perwali) No. 7 tahun 2010 adapun kebijakan yang dikeluarkan antara lain:
- Perwali No. 7 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No.12 Tahun 2009 Tentang KTR
- Perwali No. 3 Tahun 2014 Tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Produk Rokok
- SK Walikota No. 404.45-324 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Tim Pembina KTR di Kota Bogor, dll
Semoga dengan adanya Pengawalan Perda KTR sebagai acuan untuk mempermudah langkah dalam pembuatan Peraturan Bupati Kota Indramayu dan juga Tim Satuan Petugas.
“Dengan Implementasi KTR Indramayu Bisa Rakyatnya Sejahtera!”