Budaya literasi merupakan buadaya membaca pada literatur – literatur baik yang bersifat kajian masalah maupun gagasan-gagasan yang ilmiah. Sebenarnya literasi tidak hanya sebatas membaca buku saja, banyak bahan literatur yang dapat dijadikan rujukan seperti jurnal penelitian, artikel dari situs yang kredibel.
Budaya literasi tidak hanya berfokus pada membaca referensi, namun pada alam visual. Setiap hari kita sering melihat pemandangan baik itu berupa masalah maupun potensi-potensi untuk menumbuhkan ide. Sehingga budaya literasi ini dimulai dengan membaca, menemukan ide atau gagasan dan dituangkan dalam bentuk tulisan.
Proses pencarian ide tentunya tidak hanya dari membaca saja. Pengalaman saya, ide untuk menulis saya sering dapatkan dari sesuatu yang saya lihat, baik yang unik maupun masalah. Jika permasalahan yang saya lihat maka ide yang muncul adalah ide mengenai solusi permasalahan yang saya lihat.
Selanjutnya saya akan melakukan kajian literatur pada jurnal – jurnal hasil penelitian, guna memperkuat ide atau gagasan untuk solusi yang saya tawarkan. Sehingga solusi tersebut bersifat ilmiah yang dapat direalisasikan.
Selain itu juga, ide muncul dari pernyataan pemegang kebijakan seperti halnya yang dikatakan oleh Bapak Bupati Tasikmalaya mengenai magrib mengaji, sehingga muncul ide untuk menulis gagasan mengenai implementasi magrib mengaji, yang tujuannya mendetailkan dengan gagasan untuk mendukung pernyataan bapak Bupati Tasikmalaya tersebut.
Ide dalam menulis juga didapatkan dari kearifan lokal, hal ini yang jarang kita angkat dalam karya tulis. Kearifan lokal adalah kekayaan budaya setempat, yang tentunya bersifat positif. Tidak harus kesenian saja, perilaku atau kebiasaan positif yang khas dari daerah tersebut itu merupakan kearifan lokal.
Menurut Koentjaraningrat aspek budaya terdiri dari sistem kepercayaan, pengetahuan, teknologi dan peralatan hidup, organisasi kemasyarakatan, kesenian, bahasa dan mata pencaharian. Hal-hal seperti perlu kita eksplore untuk menemukan ide-ide kreatif yang dituangkan dalam tulisan. Hal ini yang saya maksudkan dengan mengangkat kearifan lokal dalam budaya literasi.
Tasikmalaya merupakan daerah yang memiliki banyak kearifan lokal. Sangat disayangkan jika hal itu tidak angkat kedalam tulisan. Kita ambil contoh, Tasikmalaya memiliki industri batik Sukapura. Kita tulis dengan kreatif, dan memikirkan ide yang sederhana namun kita olah dengan tulisan yang menarik.
Pengalaman saya ketika masih kuliah di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang terkenal dengan kain khas Sasirangan, mereka memodernisasi sampai kedalam bentuk jersey dan diberi judul sasirangan eropa dan itu dijadikan branding.
Jika ini kita terapkan dalam industri batik sukapura, menulis tentang batik sukapura yang dikombinasikan dengan jersey sepakbola liga italia dan saya kasih judul De Batiko Sukapura in Liga Calcio. Orang akan berfikir unik mengenai judul ini, kemudian di tulisan kita eksplore ide mengkombinasikan motif batik dengan kaos atau polo jersey liga calcio.
Idenya memang sederhana namun dengan olah tulisan ini akan terihat unik dan menjual serta menginspirasi para pelaku usaha batik sukapura di Tasikmalaya. Hal ini yang saya maksudkan mengangkat kearifan lokal Tasikmalaya dalam budaya literasi.
Pengalaman saya dalam mengangkat kearifan lokal dimulai dari sejak zaman kuliah. Kearifan lokal adalah ilham yang paling unik dan kreatif dalam buadaya literasi. Saya selalu memulai dengan jalan-jalan atau traveling, suatu ketika saya traveling ke pedalaman dayak dan melihat orang pedalaman menumbuk sebuah daun kemudian dioleskan ke anus anak kecil.
Mereka menganggap hal itu untuk mengobati cacingan pada anak. Saya lihat daunnya dan kemudian cari tahu nama daun tersebut kemudian cari referensinya mengenai khasiat dari daun tersebut pada jurnal-jurnal hasil penelitian. Saya muat dalam artikel ilmiah, sehingga hal ini mengundang para peneliti untuk melakukan penelitian terkait fungsi daun ini. Mengangkat kearifan lokal dalam budaya literasi akan menularkan kepada orang lain dan menjadi inspirasi dalam budaya literasinya.
Ketika saya masih kuliah juga setiap tahun saya membuat karya tulis untuk seleksi program kreatifitas mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan DIKTI. Program ini bagus untuk menumbuhkan budaya literasi pada kalangan mahasiswa. Sebagai putra daerah Tasikmalaya saya sangat menyarankan para mahasiswa di Tasikmalaya untuk aktif menulis proposal PKM.
Pada saat saya menulis proposal PKM pun saya mengangkat kearifan lokal yang ada di daerah sekitar kampus saya saat itu. Icon daerah adalah binatang khas yang hampir punah yaitu Bekantan, pada saat itu saya berfikir untuk membuat sebuat kurikulum TK yang cinta lingkungan dengan menyayangi bekantan tersebut.
Maka saya tulis dan uraikan dalam proposal PKM tersebut sehingga lulus didanai, dan saya jalankan project-nya. Sehingga mengantarkan saya untuk berprestasi dengan di kancah nasional dengan mendapakan medali emas di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) pada tahun 2015.
Maka sebagai putra daerah Tasikmalaya, jika saya menjadi dosen di perguruan tinggi yang ada di Tasikmalaya, saya ingin menumbuhkan budaya literasi pada mahasiswa dengan kegiatan menulis kreatif seperti yang saya alami sejak masih mahasiswa.
Metode yang akan saya terapkan adalah membaca dan jalan-jalan untuk menemukan ide dan kemudian menulis serta mentoring kepenulisan agar tulisan layak untuk dipublikasi dalam suatu kompetisi sehingga harapannya dapat lolos seleksi nasional.
Keuntungan jika lolos seleksi nasional, akan mendapatkan pendanaan untuk melaksanakan gagasan yang kita tulis tersebut di daerah sesuai yang kita tulis. Jika itu terjadi pada anak-anak Tasikmalaya yang berkuliah di Tasikmalaya maka akan menjadi keuntungan bagi Pemerintah maupun masyarakat Tasikmalaya sendiri karena ide-ide tersebut tidak hanya sekedar tulisan namun juga dapat direalisasikan.
Menumbuhkan budaya literasi pada diri perlu dipacu oleh lingkungan. Saat kuliah saya mengikuti organisasi keilmiahan yang fokus pada kegiatan penelitian, kajian dan kepenulisan ilmiah. Selain itu saya tergabung dalam Komunitas Anak Kesehatan Suka Menulis.
Bergabung dalam organisasi dan komunitas ini mendapatkan suntikan motivasi untuk membudayakan literasi dalam kehidupan sehari-hari, karena setiap bulan harus menghasilkan minimal satu tulisan yang ilmiah. Program organisasi maupun komunitas yang memfokuskan pada kearifan lokal sebagai topik tulisan, ini menjadi dorongan untuk terus mengasah kemampuan menulis dan mengekplore kearifan lokal dari berbagai literatur.
Pembiasaan budaya literature dapat dilakukan setiap hari dengan membuat jadwal dan catatan-catatan atas literatur yang telah kita kaji. Saya biasa menggunakan pembiasaan one day one journal, setiap hari saya baca 1 jurnal kemudian saya catat intisarinya.
Membaca dan mencatat intisari jurnal selama 20 hari, kemudian selama seminggu digunakan untuk menulis, konsultasi kepada mentor, dan perbaikan tulisan. Selanjutnya 1 sampai 3 hari digunakan untuk mensubmit tulisan, karena tulisan berupa artikel ilmiah maka saya submit ke berkala-berkala ilmiah.
Pembiasaan tersebut pernah saya sosialisasikan saat diundang sebagai pemateri dalam workshop kepenulisan PKM di Fakultas Ilmu Kesehatan UNSIL. Saya tekankan bahwa dalam mengangkat topik kepenulisan adalah kearifan lokal yang ada di Tasikmalaya, jika ingin mengangkat permasalahan pun juga adalah permasalahan yang ada di Tasikmalaya dengan diberikan solusi untuk problem solving.
Selain itu harus didukung oleh komitmen dari msing-masing individu, yang dibuktikan dengan melakukan pembiasaan literasi. Mulai melihat permasalahan, membaca dan mencatat intisari literatur di hari ke-1 sampai ke-20. Menulis dan konsultasi selama satu minggu dan selanjutnya submit.
Akhir dari essay ini, saya menyarankan untuk meningkatkan budaya literasi di Kabupaten Tasikmalaya perlu dibentuk organisasi maupun komunitas yang bergerak di bidang kepenulisan. Program yang dibuat dalam organisasi maupun komunitas tersebut adalah mengeksplore kearifan lokal kabupaten Tasikmalaya melalui tulisan artikel popular, sedangkan untuk organisasi keilmiahan adalah tulisan artikel ilmiah. Program hariannya yaitu 20 kajian literature yang terdiri dari melihat, membaca dan mencatat intisari. Kemudian satu minggu menulis artikel serta perbaikan, dan 2 sampai 3 hari publikasi.
Tulisan yg sangat bermanfaat sekali.
Mohon saranya gimana membuat tulisan yang baik tentang kearifan lokal kedalam artikel ilmiah
Terimakasih.