Menteri Kesehatan Nila Moeloek hingga saat ini masih kukuh menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan (RUUP) yang menjadi inisiatif DPR. Padahal RUU ini telah disahkan di paripurna DPR dan sedang menunggu jadwal pembahasan dengan pemerintah.
Menurut Menteri Nila, alasan penolakan ini sudah jelas, Kementerian Kesehatan wajib menjaga kesehatan masyarakat. “Oh harus (menolak). Kan, Kemenkes harus menjaga kesejahteraan masyarakat,” ujar Menteri Nila.
Oleh berbagai kalangan, RUU Pertembakauan memang dianggap kontroversial. RUU ini dinilai bertentangan dengan berbagai regulasi pengendalian tembakau. Jika disahkan, RUU ini juga akan membatalkan seluruh aturan pengendalian tembakau di Indonesia.
Pemerintah menunjuk Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian menjadi leading sector dalam pembahasan RUU ini bersama DPR. Padahal dua kementerian ini selalu bertolak belakang dalam hal pengendalian tembakau di Indonesia. Kemkes berupaya keras untuk menjaga pengendalian tembakau yang selama ini dilakukan, juga menurunkan konsumsi rokok.
Tapi di sisi lain, Kementerian Perindustrian melalui peraturan Menteri Perindustrian 63/2015 justru berencana meningkatkan produksi rokok hampir dua kali lipat, yaitu dari 344 miliar batang pada 2014 menjadi 524,2 miliar batang di 2020. Meskipun akhirnya peraturan ini dibatalkan Mahkamah Konstitusi setelah diajukan judicial review (uji materi) oleh aliansi masyarakat.
Karena itu, Nila mengatakan, Kementerian Kesehatan akan terus berupaya melalui berbagai regulasi dan kebijakan untuk mengendalikan tembakau dan menurunkan konsumsi rokok. Kemkes mengancam akan menarik seluruh pasal-pasal yang berkaitan dengan kesehatan dalam RUUP. Di antaranya pasal mengenai pemberian asuransi khusus untuk perokok.
Senior yang Berpengalaman
Soal kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM memang ahlinya. Bahkan, tak berlebihan kiranya menyebut Nila sebagai tokoh senior yang terkemuka di bidang ilmu kesehatan. Presiden Joko Widodo menyebutnya ‘senior yang sangat berpengalaman’, saat acara pelantikan Kabinet Kerja di Istana Negara, Oktober 2014 lalu.
Kariernya di bidang kesehatan terbentang selama puluhan tahun. Ia menjadi kepala divisi tumor mata di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 1998. Ia juga menjadi guru besar di Departemen Penyakit Mata FK Universitas Indonesia.
Selain aktif menggeluti praktek dan ilmu kesehatan, Nila yang merupakan istri dr. Farid Anfasa Moelok, Menteri Kesehatan pada era pemerintahan BJ. Habibie, juga pernah menjadi tokoh penting dalam berbagai organisasi kesehatan.
ia pernah menjabat Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami) dan Ketua Yayasan Kanker Indonesia. Selain itu, ia juga menjadi Ketua Seminat Tumor Mata-Plastik Rekronstruksi Perdami, anggota The Partnership for Maternal Child and Neonatal Health (PMNCH), dan juga anggota EAT FORUM, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional yang menanggulangi isu pangan.
Atas reputasinya yang cemerlang di bidang kesehatan, Nila ditunjuk sebagai Utusan Khusus Presiden pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014) untuk para pemangku kepentingan di tingkat daerah, nasional, dan global, dalam upaya pencapaian target dalam Millenium Development Goals (MDGs).
Soroti Isu Kesehatan Perempuan
Soal kesehatan perempuan, juga menjadi perhatian khusus Nila dalam pencapaian MDGs. Perempuan Indonesia kini menaruh harapan pada kinerja Nila yang tengah menjabat sebagai Menteri Kesehatan. Beruntungnya, Nila menyadari betul pentingnya menyoroti isu kesehatan perempuan.
Dalam urusan kesehatan perempuan, target Nila adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) yang tinggi di Indonesia. Hulu dari permasalahan ini, menurut Nila, adalah tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah.
Oleh sebab itu, ia berupaya memperluas program pemerintah yang menopang biaya kesehatan masyarakat. Meski telah terdapat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diinisiasi pemerintahan SBY.
Nila mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang memberlakukan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Menurutnya, melalui KIS program subsidi biaya kesehatan oleh pemerintah memiliki saluran yang fokus kepada masyarakat kalangan ekonomi sangat lemah.
Nila kerap menegaskan, di samping pendidikan, kesehatan adalah jalan utama menuju perempuan Indonesia yang berdaya. Karena melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan, perempuan akan memperoleh kesempatan dalam hal peningkatan ekonomi.
“Tanpa dilandasi kesehatan dan pendidikan memadai, perempuan Indonesia akan tidak berdaya selamanya,” tutur Nila.
Sumber rilis.id