Pantauan Timor Express (Jawa Pos Group), satu diantara enam unit bangunan gedung itu berlantai dua, bahkan sudah rampung dikerjakan. Kondisi bangunan gedung sangat memprihatinkan, karena sebagiannya sudah rusak.
Bangunan gedung dibiarkan tidak terawat lagi dan dipenuhi rumput liar di bagian luarnya. Cat tembok sudah terkelupas, bahkan sudah pecah. Bukan hanya itu, sebagian kaca jendela sudah pecah dan pintu gedung terlepas bahkan ada yang hilang digasak pencuri.
Yang menyedihkan, bangunan megah yang rencananya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat itu, kini jadi kandang ternak sapi dan kambing untuk berlindung.
Dari informasi yang dihimpun menyebutkan, konsep bangunan gedung RS sebagai penyanggah perbatasan negara karena lokasinya strategis. Proyek yang bersumber dari bantuan pemerintah pusat dan sharing dana APBD Pemda TTU tahun 2008 dan 2009 dengan sistem multi years. Total anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan gedung mencapai Rp 18 miliar lebih.
Ironisnya, sejak selesai dibangun tidak bisa difungsikan karena pembangunannya baru sampai tahapan fisik gedung. Sementara bangunan pelengkap dan sarana fasilitas penunjang lainnya belum rampung dikerjakan karena menunggu anggaran tahun berikut.
Realisasi pembangunan gedung bertaraf internasional di era kepemimpinan Bupati Gabriel Manek dan Wakil Bupati Raymundus Sau Fernandes periode 2005-2010. Bangunan gedung akhirnya tidak dilanjutkan anggarannya di tahun berikut hingga kini.
Belakangan baru diketahui bahwa pelaksanaan bangunan gedung itu tidak dilanjutkan karena diduga terindikasi masalah. Seperti pembebasan lahan yang diklaim antar warga, transaksi jual beli lokasi tanah pemerintah dan pemilik lahan.
Bahkan tudingan lain bangunan gedung tidak sesuai aspek teknis karena tidak dilakukan studi Amdal. Termasuk kajian psikologis lantaran gedung RS Modern dibangun jauh dari permukiman penduduk dan jaraknya dekat tempat pemakaman umum (TPU) Bijaesunan.
Sehingga di era kepemimpinan Bupati Raymudus Sau Fernandes tahun 2010, memilih tidak melanjutkan pembangunannya hingga kini.
Mantan Wakil Ketua DPRD TTU, Hermene Gildus Bone saat dikonfirmasi Timor Express, mengakui pembangunan gedung rumah sakit sempat terjadi polemik. Namun sudah diselesaikan melalui pembentukan pansus DPRD TTU, tentang pembangunan RS Modern.
Hasilnya, ada tiga poin rekomendasi yakni pertama, pemerintah wajib membayar pembebasan lahan sesuai standar harga nilai jual objek pajak. Kedua, masalah sengketa klaim kepemilikan lahan di area lokasi diserahkan ke pengadilan untuk diselesaikan secara hukum. Ketiga, pembangunan rumah sakit harus ditindaklanjuti.
“Pansus kerja tuntas. Rekomendasi sudah diserahkan ke pemerintah. Intinya pembangunan rumah sakit ditindaklanjuti,” katanya.
Hermene mengaku, saat itu pihaknya juga bertemu Kementerian Kesehatan RI di Jakarta. Hasilnya, kementerian bersedia mengalokasikan tambahan anggaran sebesar Rp 6 miliar untuk kelanjutan pembangunan rumah sakit.
Namun kelanjutannya tidak ada realisasi di era kepemimpinan Bupati Raymundus, sehingga pihaknya tidak bisa mengintervensi terlalu jauh.
“Kita sudah rekomendasikan untuk ditindaklanjuti pembangunannya. Nah, mestinya di kepemimpinan bupati berikut, ya harus tindak lanjut untuk selesaikan bangunan itu karena sudah tidak ada masalah lagi,” katanya.