Optimalisasi Peran Promosi Kesehatan Di Era Disrupsi

Peran promosi kesehatan di era disrupsi memiliki peluang dan tantangan yang cukup besar. Pencerdasan lewat informasi kesehatan dan mengajak masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam upaya preventif dan promotif menjadi tantangan yang mesti terus digarap dan digalakkan hingga ke akar rumput.

“It’s not the strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the most responsive to change.”
(Charles Darwin)

Tak bisa dipungkiri, perkembangan IPTEK yang pesat telah mengantarkan peradaban memasuki era digital. Segala aktivitas yang biasa dilakukan dengan tatap muka kini dapat dilakukan tanpa tatap muka melalui teknologi digital berupa ponsel pintar atau yang lebih dikenal dengan gadget. ‘Dunia dalam genggaman’, sebuah frasa yang cukup mewakili kondisi saat ini, di mana beragam informasi dapat dengan mudah di akses melalui gadget.

Di saat yang bersamaan, aspek kesehatan yang sebelumnya berparadigma sakit kini telah bergeser ke paradigma sehat. Tentu hal ini merupakan peran mahasiswa dan ahli kesehatan masyatakat sebagai agen preventif dan promotif dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Promosi kesehatan (Promkes) merupakan aspek penting dalam mengintervensi perilaku dengan pencerdasan masyarakat lewat penyampaian informasi kesehatan berupa pencegahan dan perlindungan diri dari penyakit, intervensi masalah kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat hingga akhirnya membentuk perilaku kesehatan yang diharapkan menjadi kebiasaan baik sehari-hari.

Promkes selain disalurkan melalui forum masyarakat (penyuluhan), juga dapat memanfaatkan teknologi digital. Hal ini akhirnya menjadi peluang dan tantangan promosi kesehatan dalam mengoptimalkan perannya di era disrupsi.

Pengguna gadget di dunia yang bertambah dari waktu ke waktu menjadi peluang dalam penyaluran promosi kesehatan via daring. Media sosial sebagai wahana interaksi sosial di dunia maya dapat menjadi ruang promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan dan konten kesehatan yang dapat menjangkau masyarakat global melalui gadgetnya masing-masing.

Dalam melaksanakan perannya tentu mahasiswa atau calon ahli kesehatan masyarakat dituntut untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif yang didukung dengan hardskill yang dimiliki. Hardskill yang menunjang promosi kesehatan selain mampu dalam membuat konten (media promkes; desain grafis, video, pamflet, dsb), menguasai teknologi digital, dan tak kalah penting adalah kemampuan menulis. Kemampuan menulis menjadi tools dalam menyampaikan pesan kesehatan dan juga menangkal disinformasi kesehatan (hoaks kesehatan) yang dewasa ini merebak luas di masyarakat.

Belum lama ini, wabah Covid-19 tengah melanda Tanah Air dengan intensitas penularan yang cukup tinggi di masyarakat. Melalui siaran resmi BNPB untuk Penanganan Covid-19 (Covid19.go.id), per 3 April 2020 jumlah pasien positif corona di Indonesia berjumlah 1.986 kasus dengan 134 pasien sembuh dan 181 meninggal.

Mobilitas yang tinggi dan perilaku di masyarakat yang belum sepenuhnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan masyarakat dalam mengajak dan merangkul masyarakat melakukan upaya preventif dan promotif dengan menerapkan PHBS sebagai kebiasaan sehari-hari dalam rangka mencegah dan memutus mata rantai penularan pandemi Covid-19.

Disini yang sesungguhnya disebut “garda terdepan” dalam memerangi pandemi Covid-19 tak lain ialah peran kesehatan masyarakat yang merangkul masyarakat lewat upaya preventif dan promotifnya sebelum upaya kuratif dan rehabilitatif dilakukan.

Tantangan lainnya yang dihadapi mahasiswa dan ahli kesehatan masyarakat ialah menangkal hoaks kesehatan. Melansir dari Tempo.co, sepanjang tahun 2019 hoaks kesehatan menempati peringkat kedua setelah pemerintah dan politik.

Dalam menangkal hoaks kesehatan, tentu peran kesmas sangat penting di era teknologi digital ini. Belum lagi media sosial (medsos) merupakan platform yang sering dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab dalam menyebarkan hoaks kesehatan sehingga pengguna atau masyarakat menjadi resah dan apatis akan informasi yang didapatkan tanpa adanya verifikasi atau di saring terlebih dahulu. Melawan hoaks kesehatan yang tersebar di media online maupun media sosial dapat dilakukan dengan menandinginya dengan hal yang serupa berupa tulisan bernuansa kesehatan masyarakat.

Dewasa ini banyak hadir portal online kesehatan seperti Dokter.ID, Sehatpedia, Nutricare, dan tentu saja Kesmas-ID.com. Upaya dalam menangkal hoaks kesehatan ialah mengimbangi disinformasi yang ada dengan informasi kesehatan yang ditulis langsung oleh mahasiswa dan tenaga kesehatan.

Selain di dukung keilmuan kesehatan dan melek teknologi digital, kemampuan menulis menjadi tools wajib dalam menyusun sebuah tulisan. Dalam menyampaikan pesan kesehatan, website dan medsos menjadi peluang promosi kesehatan di dunia maya yang di akses pengguna gadget di seluruh dunia.

Peran promosi kesehatan di era disrupsi memiliki peluang dan tantangan yang cukup besar. Pencerdasan lewat informasi kesehatan dan mengajak masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam upaya preventif dan promotif menjadi tantangan yang mesti terus digarap dan digalakkan hingga ke akar rumput.

Pemanfaatan teknologi digital sebagai wadah penyaluran informasi berwawasan kesehatan masyarakat tak lain menyelaraskan dengan peradaban manusia yang kini memasuki era disrupsi, dimana segala aktivitas masyarakat banyak beralih ke teknologi digital.

Pada akhirnya di era disrupsi ini, promosi kesehatan mesti terus memacu perannya dalam memenuhi hajat hidup orang banyak yaitu mencegah jatuh sakit dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Sumber Gambar
svarga.news

Yuk Share Postingan Ini:
Ahmad Yudi S
Ahmad Yudi S

Public Health Observer
IG @imam_ngopiisme

Articles: 13

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *