Lebih dari tiga tahun BPJS Kesehatan berjalan sejak Januari 2014, banyak warga yang belum paham alur pelayanan. Banyak pasien yang memilih langsung masuk rumah sakit tanpa rujukan puskesmas lebih dulu.
Kekurangpahaman itu melanda peserta BPJS Kesehatan. Baik mandiri maupun penerima bantuan iuran (PBI). Menurut aturan, sebelum ke rumah sakit, pasien BPJS harus mendapat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Misalnya, puskesmas atau klinik swasta. Namun, mereka tidak mematuhinya.
Berdasar data Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ibnu Sina, selama Januari–Juni, pasien gejala panas dan demam biasa atau observasi febris (OF) menempati peringkat tertinggi (selengkapnya lihat grafis). Padahal, OF bukanlah kasus gawat darurat. ”Sebagian besar pasien BPJS Kesehatan,” ujar Kepala IGD RSUD Ibnu Sina dr Muhammad Rusydi, Senin (10/7).
Dia menjelaskan, pasien BPJS dengan kasus OF seharusnya berobat ke puskesmas atau klinik lebih dulu. Kalau kondisinya lebih serius, akan dirujuk ke rumah sakit. Tidak langsung ke rumah sakit tanpa membawa rujukan.
Masalah tersebut, lanjut dia, kerap membuat manajemen RS dilema. Seharusnya pasien IGD datang dengan kondisi gawat atau darurat. Misalnya, penderita asma atau penyakit jantung. Namun, rumah sakit tidak bisa menolak pasien. Karena itu, pasien tetap ditangani. ”Observasi minimal tiga jam. Kalau membaik, langsung dipulangkan,” terangnya. Menurut alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tersebut, banyak pasien yang tidak paham kondisi kesehatan. Demam tinggi dianggap darurat.
Kasus seperti itu banyak terjadi kepada pasien anak. Saat suhu tubuh anak mencapai 39 derajat, orang tua langsung panik. Dibelikan obat, tapi demam tidak turun. Kondisi tersebut banyak dianggap sebagai kasus gawat darurat. ”Padahal, di puskesmas, sudah bisa tertangani,” katanya.
Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Ibnu Sina dr Wiwik Tri Rahayuningsih menjelaskan, pasien BPJS Kesehatan harus menjalani pengobatan secara bertahap. Mulai fasket tingkat pertama hingga tingkat lanjut. Agar bisa dilayani di rumah sakit, pasien mesti membawa rujukan dari puskesmas. ”Itu sudah prosedur,” ucapnya.
Dia menyebutkan, tindakan dan penanganan pasien di rumah sakit berbeda dengan puskesmas. Misalnya, pasien OF. Di puskesmas, pasien hanya diberi obat oral. Sementara itu, di rumah sakit, pasien diberi injeksi. ”Karena berkaitan dengan pihak BPJS (Kesehatan, Red), tidak semua tindakan bisa asal diberikan,” pungkasnya.
Sumber jawapos.com