Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di rumah sakit, puskesmas maupun perusahaan-perusahaan menjadi perhatian Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltara. Dengan demikian, tidak berdampak pada lingkungan sekitarnya.
Pengawasan dan pemantauan yang dilakukan DLH yaitu turun ke lapangan untuk melihat secara langsung penanganan limbah berbahaya oleh rumah sakit, puskesmas dan perusahaan. Karena menurut Kepala DLH Kaltara Edy Suharto, penanganan limbah B3 perlu penanganan khusus.
“Makanya perlu dilakukan pengawasan secara intens, apakah telah sesuai dengan prosedur,” ujarnya, Jumat (24/3).
Disebutkannya, limba B3 terbagi menjadi dua, yakni padat dan cair. Untuk limbah cair di rumah sakit atau puskesmas di antaranya sisa pencucian hasil rongtgen, cairan suntikan, dan hasil operasi. Sedangkan limbah padat di antaranya bekas jarum suntik, botol infus, serta kemasan obat-obatan.
Untuk penanganannya pun, lanjutnya, sangat berbeda. Untuk limbah padat dilakukan dengan cara dibakar melalui teknologi pengelolaan sampah dengan cara dibakar dengan melibatkan bahan organik atau insinerasi, serta pengelolaan sampah bertemperatur tinggi atau incenerator.
Sementara limbah cair, dia menyebutkan dapat dikelola dengan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Hal itu dilakukan guna menetralisir larutan zat-zat tertentu yang terkandung dalam limbah.
“Jadi tidak bisa dibuang ke tempat umum sebelum cairan dikelola. Kalau sudah diolah, limbah itu bisa dibuang ke tempat umum, karena sudah tidak berbahaya lagi,” jelasnya.
Sedangkan untuk pengecekan apakah limbah tersebut kategori berbahaya atau tidak, pihaknya membawa sampel ke Samarinda, Kaltim. Pasalnya, laboratorium di Kaltara belum ada.
Dia juga mengatakan, tahun ini akan dilakukan penilaian kinerja pengelolaan lingkungan yang salah satunya terkait penanganan limbah B3. Sedangkan item penilaian yaitu ruang operasi, proses pengelolaan limbah mulai dari input maupun output, termasuk volume limbah yang diterima dan dimusnahkan.