“Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi”, lirik lagu tersebut ditulis bukan tanpa alasan. Papua Barat dianugrahkan kekayaan alam yang berlimpah, hasil laut yang beragam, tanah yang subur dengan berbagai jenis sayuran, hingga buah merah yang kaya antioksidan, semua dapat diperoleh di Papua Barat. Namun, kasus kurang gizi masih ditemui di wilayah ini, memiliki potensi untuk menjadi gizi buruk.
Kasus di Kabupaten Asmat merupakan tamparan yang luar biasa untuk kita semua, tidak menutup kemungkinan kasus gizi buruk masih ditemui di Kabupaten lain. Banyak faktor yang menyebabkan gizi buruk, mulai dari determinan sosial seperti pendidikan, pekerjaan, hingga poligami.
Selain itu, faktor lingkungan juga merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. Ada wilayah yang kontur tanahnya tidak subur untuk bercocok tanam, namun memiliki potensi tambang yang baik sehingga masyarakat memilih untuk bermukim disana, tetapi hasil dari bekerja tambang tidak digunakan untuk membeli bahan pangan, melainkan untuk mendukung gaya hidup.
Ya, gizi buruk adalah fenomena terbalik dewasa ini. Disaat kasus penyakit degeneratif karena pola hidup yang tidak sehat menjamur, kasus gizi buruk membuat fenomena ini menjadi kontras. Jika masalah gizi seperti obesitas yang menjadi pemicu (tidak selalu) dalam diabetes dan stroke, seharusnya masyarakat di Indonesia bisa dibilang sejahtera karena mampu memilih makanan yang beragam. Namun, kenyataannya kasus gizi buruk masih ditemui di pelosok Indonesia, tentu ini berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang seharusnya sejahtera.
Oleh karena itu, berkaca pada kasus Asmat, kasus gizi buruk harus dicegah bagaimana pun caranya. Nusantara Sehat Puskesmas Kais Darat, Papua Barat, menggelar demo masak pangan lokal pada 4 Juni 2018 lalu untuk mengajarkan kepada masyarakat bagaimana membuat makanan yang lezat dan begizi terutama untuk anak-anak.
Dipandu oleh Nutya Febriana, S.Gz selaku ahli gizi dan Nurhanasah Rumanda, S.Farm, Apt, sasaran kegiatan ini adalah ibu-ibu kader, namun kami tidak menutup kesempatan bagi ibu-ibu yang lain untuk ikut serta dalam kegiatan kali ini. Kader diajarkan bagaimana cara membuat PMT yang lezat dan bergizi dan disukai oleh anak-anak. Kacang hijau adalah PMT yang terlalu “mainstream”, dari ujung Indonesia Barat Sabang hingga ujung Indoensia Timur Merauke, bubur kacang hijau selalu ditemui dalam menu PMT.
Oleh karena itu, kali ini bahan utama yang digunakan adalah sagu, bahan pangan yang banyak ditemui di Papua Barat. Kader belajar membuat PMT Kue Lapis Sagu dan Bubur Sagu. Bahan membuatnya mudah didapat, diantaranya tepung sagu, tepung terigu, santan kelapa, dan gula. Bisa dicari atau dibeli di sekitar kampung.
“Gampang ya, bahannya mudah didapat, di masak juga tidak lama, nanti di rumah mau buat kalau ada acara” pengakuan salah satu “Mace” yang ikut menyaksikan demo masak ini.
Kasus gizi buruk harus ditekan jika ingin menikmati bonus demografi di masa yang akan datang. Untuk saat ini, mungkin pembahasan bonus demografi akan labih tepat untuk usia remaja, namun tentu harus ada yang melanjutkan masa pasca bonus demografi, dan mereka adalah balita yang saat ini kita rawat.