Puluhan petugas medis sejumlah puskesmas di Medan menjadi korban pungutan liar Program Akreditasi Puskesmas. Padahal, pemerintah menyediakan dana miliaran rupiah untuk itu. Apa maksud? Mana Saber Pungli?
FOKUS: Pungli di Puskesmas Simalingkar
KPK Bilang Pungli Berkedok Akreditasi Di Puskesmas Harus Dihentikan
Bantahan Wakil Walikota Medan Soal Pungli Akreditasi Puskesmas
Ombudsman: Kadis Kesehatan Medan Harus Dicopot, Karena Ancam Mutasi Pelapor Pungli Di Puskesmas
Tenggat waktu akreditasi pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) tinggal dua tahun lagi. Namun, kesiapan puskesmas masih jauh dari harapan.
Celakanya, dana miliaran rupiah untuk program itu tidak jelas juntrungannya. Petugas puskesmas pun dikutip biaya.
Akibatnya, akreditasi puskesmas digenjot dengan cara-cara tidak benar. Pihak puskesmas khawatir tidak mampu meraih akreditasi. Implikasinya, kerja sama dengan BPJS Kesehatan bisa diputus.
Belasan staf Puskesmas Simalingkar, Medan, menyambangi Gedung DPRD Medan, Jalan Imam Bonjol, beberapa waktu lalu.
Para tenaga medis itu mengadukan pungutan liar yang marak di puskesmas tempat mereka mengabdi. Kedatangan mereka disambut sejumlah Anggota DPRD Medan di antaranya Hendrik Sitompul (Demokrat), ustadz Yusuf (PPP), Marissa Marpaung (Golkar), Asmui Lubis (PKS) dan Ketua Komisi B, Maruli Tua Tarigan.
“Kami mengadukan pungli di puskesmas. Kami dikutip Rp100 ribu perbulan. Katanya untuk persiapan akreditasi puskesmas. Masak kami dipungut untuk itu, padahal kan anggarannya ada,” kata dokter gigi Ester.
Hal serupa juga dikatakan Riki, dokter di salah satu puskesmas lainnya. “Kami semua ini dipungli. Kami protes, tapi kami ditegur,” timpal dokter Riki. Tak jauh berbeda yang diungkapkan Eni Ginting, dokter lainnya. “Niat mau meningkatkan pelayanan, bukan begini caranya,” imbuh Eni Ginting.
Pungutan liar bermula dari kegagalan memaknai program Kementerian Kesehatan. Kemenkes menargetkan 6.000-an puskesmas harus sudah terakreditasi di 2019. Tak terkecuali Medan dan Sumut. Sayangnya baru dua yang terakreditasi dari 39 puskesmas di Medan. Tahun ini, Dinas Kesehatan Pemko Medan memasang target yang muluk yakni 20 puskesmas harus terakreditasi. Padahal, dari semua kondisi layanan, fasilitas dan akses masih jauh dari ideal.
Target tersebut tergolong ‘muluk’ bahkan terkesan dipaksakan, menurut sejumlah tenaga medis di Puskesmas. Sebab, kontras dengan kondisi di lapangan, hampir 80 persen kondisi sarana dan prasarana kesehatan di puskesmas belum memenuhi standar.
Namun, dana untuk program akreditasi ini belum juga jelas di mana dan ke mana salurannya.
Gerah
Niat, keinginan harapan dan program untuk meningkatkan program pelayanan kesehatan di Kota Medan memang baik. Sayang, dalam pelaksanaannya, kata Ketua Komisi B DPRD Medan, belum tentu sesuai dan sama sampai ke birokrasi di level operasional.
Meski Pemko Medan telah menargetkan tahun ini 20 puskesmas harus terakreditasi, bahkan dananya sudah dianggarkan APBD Medan senilai Rp3 miliar lebih. Bahkan dana alokasi khusus nonfisik APBN, sesuai Permenkes No 71 Tahun 2016, untuk akreditasi puskesmas dianggarkan Rp1,6 miliar, sedangkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) senilai Rp14 miliar.
“Niat baik ini nyatanya dalam tingkat operasional birokrasi belum berjalan sesuai harapan. Masih banyak oknum birokrat di Dinas Kesehatan yang belum paham. Sebaliknya, mereka malah memanfaatkan situasi ini untuk ‘bermain api’. Sehingga situsi kini, terjadi kegelisahan besar di tingkat kepala puskesmas dan para dokter staf pegawai puskesmas,” sambungnya.
Lebih jauh Maruli mengatakan akibat pemahaman birokrat di Dinas Kesehatan Pemko Medan yang terbatas, lantas mereka mengintimidasi petugas puskesmas.
“Betapa tidak, para dokter dan pegawai dikutipi biaya untuk menyukseskan standarisasi pelayanan kesehatan 20 puskesmas di 2017 ini dengan beragam dalih. Ini dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan masyarakat. Padahal tujuan awalnya untuk meningkatkan mutu layanan,” terangnya. Menurut penelusuran Maruli Tua Tarigan, sudah ada tiga puskesmas di Medan yang terindikasi melakukan kutipan liar, di antaranya Puskesmas Medan Johor, Puskesmas Padanbulan Selayang dan Puskesmas Simalingkar.
“Tempo hari kami bahkan sudah gelar RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan pihak Dinas Kesehatan dan Staf pegawai Puskesmas Simalingkar. Ini fakta bahwa kutipan liar itu ada,” tandas Ketua Komisi B DPRD Medan ini.
Menurut keterangan dokter Ester, di Puskesmas Simalingkar kutipan ini sudah berjalan sekitar dua bulan. Setiap staf dipotong gaji mereka sebesar Rp 100 ribu untuk dialokasikan baik pembiayaan akreditasi.
“Masak untuk membangun fasilitas negara, kami para staf yang harus dibangun? Ini gak masuk akal,” gerutunya.
Lapor
Tak terima dengan kutipan yang tidak masuk akal ini, belasan staf pegawai yang berani menentang kutipan tersebut, melaporkannya ke anggota DPRD Medan. Laporan ke dewan sudah masuk, namun intimidasi belum juga berakhir di tingkat bawah.
Tak hanya melapor ke dewan, beberapa staf ini juga sudah membuat aduan ke pemerintah melalui situsLapor.go.id, juga ke twitter jokowi @jokowi, twitter kemenkes @NilaMoeloek. Bahkan pesan singkat sudah dikirim ke nomos 0812-2600-960 dan Coki, anggota KPK.
Staf medis ini juga sudah mengirim laporan pengaduannya via WhatsApp ke tiga anggota DPRD Medan dan Sumut, di antaranya Godfried Lubis, Hendrik Sitompul dan Sutrisno Pangaribuan. Namun, upaya memberantas pungli akreditasi ini masih seperti menghadapi tembok.
Hendrik Sitompul tidak bersedia dimintai komentar mengenai laporan itu, dengan alasan masih ada yang lebih kompeten dari dirinya di Dewan.
Ia menguatkan alasannya sedang berada di Jakarta. “Saya lagi di Jakarta ini,” katanya menolak.
Kepala Puskesmas Simalingkar, dr Rooselyn Bakkara MARS tidak berkenan mengomentarinya. Permintaan untuk berkomentar sudah dikirim namun tidak merespon. Dalam rapat dengar pendapat di gedung dewan Medan, Rooselyn menepis tuduhan kutipan itu. Ia bersikukuh hanya ada kutipan untuk pengetikan dokumen.
“Tidak ada kutipan liar, yang ada hanya membiayai tenaga untuk mengetik dokumen-okumen akreditasi,” ujarnya dalam sebuah rekaman.
Saat RDP di ruang lantai 3 DPRD Medan itu turut hadir Dirgo, Sondang Siagian dan Roida Sitinjak perwakilan Dinas Kehatan Pemko Medan.
Kepala Dinas Kesehatan Pemko Medan, Usma Polita Nasution ketika dikonfirmasi tentang Program Akreditasi Puskesmas, tidak bersedia diwawancarai.
Ia beralasan tidak bisa menentukan jadwal karena sibuk di luar kota dengan jadwal yang padat. “Saya tidak bisa. Saya sibuk. Saya sering ke luar kota,” jawabnya via telepon seluler.
Ia kemudian merekomendasikan untuk mewawancarai bawahannya, Sondang Siagian, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan.
Di hari yang sama, Sondang juga menolak wawancara dengan alasan sedang di luar kota (Medan). Ia mengusulkan wawancara pada Jumat (21/4), di kantornya.
Kepala Puskesmas Medan Johor, dokter Marlina dan Kepala Puskesmas Polonia , dokter Muklis juga tidak bisa dikonfirmasi. Pesan via SMS sudah dikirim ke nomor pribadi mereka masing-masing. Di kontak via telepon seluler beberapa kali juga tidak diangkat.
Kepala Puskesmas Padangbulan Selayang, dokter Zainab membantah adanya pungli di puskesmasnya. “Tidak ada pungli modus akreditasi ya, Pak,” balasnya via sms (pesan pendek).
Program Akreditasi Puskesmas jika tidak dijalankan dengan baik akan menjadi petaka. Pungutan liar marak dan tidak ada yang mengawasi, sebab intimidasi masih saja jadi senjata membungkam. “Tapi kebenaran tidak akan bisa ditutup-tutupi,” pungkas dokter Ester.
Maraknya pungutan liar atas nama Akreditasi Puskesmas, mendapat perhatian dari Lembaga Kajian Publik dan Politik (LKP2). Ketua LKP2, Jonroi Purba mengatakan pungli kepada pegawai di puskesmas ini permasalahan serius. Seharusnya, sebelum akreditasi, dilakukan dulu sejumlah pembinaan bagi puskesmas-puskesmas yang ada.
Tujuannya untuk mempersiapkan diri. Pembinaan datangnya dari pemerintah karena puskesmas adalah milik pemerintah maka pemerintah bertanggungjawab penuh dalam persiapannya.
“Tindakan mengutip sejumlah uang kepada pegawai harus dihentikan. Kenapa dibebankan kepada pegawai. Tidak bisa. Jika ini adalah tindakan oknum dengan menggunakan kekuasaannya sudah seharusnya diusut dan ditelusuri. Bahkan jika memang tidak siap, ya stop saja program akreditasi ini. Untuk apa akreditasi jika malah menyengsarakan pegawai, apalagi pasien yang tidak dapat layanan karena gerakan penolakan sejumlah pegawai saat ini,” pungkas Alumnus S2 Universitas Gajah Mada ini.
Desak Wali Kota
Ombudsman mendesak Walikota Medan, Dzulmi Eldin mengusut pungutan liar yang marak di puskesmas di Medan. Komisioner Ombudsman Pusat, Adrianus Meliala mengatakan, pungutan liar yang marak terjadi di puskesmas merupakan ulah oknum yang harus diusut.
“Ya harus usut. Itu pasti ulah oknum,” katanya di Hotel Four Points, Jalan Gatot Subroto, Medan, Kamis (20/4) kemarin.
Hal inipun langsung direspon Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, mengatakan Walikota Eldin tidak boleh membiarkan pungli marak di puskesmas, sekecil apapun itu.
Ombudsman Sumut baru saja menerima laporan aduan dari sejumlah staf pegawai puskesmas yang mengaku dipungli. “Kalau ini benar terjadi, Walikota harus selidiki. Kenapa pungli marak padahal anggaran untuk akreditasi puskesmas miliaran rupiah. Ini sudah keterlaluan. Saya minta Pak Eldin mengusutnya,” kata Abyadi.
Isi postingan berita uni tidak sesuai dengan gambarnya
Isinya mengatakan bahwa PUSKESMAS PADANG BULAN SELAYANG salah satu yg melakukan pungli tetapi foto yg ditampilkan foto PUSKESMAS PADANG BULAN
Saya selaku salah satu pegawai di PUSKESMAS PADANG BULAN menyatakan protes atas postingan berita ini
Selamat siang Rekan Imelda, terimakasih atas tanggapan dan koreksi anda untuk berita ini.
Kami dari Admin Kesmas-ID, mempublikasikan ulang sebagaimana berita aslinya, seperti dimuat oleh http://news.metro24jam.com/read/2017/04/25/25952/petugas-puskesmas-korban-pungli-program-akreditasi.
Kami telah melakukan penggantian Foto pada berita ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.