Upaya Pemerintah Kabupaten Majalengka untuk mendongkrak indeks pembangunan manusia (IPM) dari sektor kesehatan dinilai belum serius. Hal itu terkait adanya temuan tidak terserapnya BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) senilai Rp 3,6 miliar di APBD 2016.
Hal tersebut mengemuka saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Dinas kesehatan (Dinkes) dengan DPRD Majalengka, Selasa (18/4). Anggota Komisi IV Imon Hidayat menyebutkan, dana BPJS Kesehatan warga miskin tersebut sumbernya dari bantuan provinsi yang sudah ditransfer ke APBD Kabupaten Majalengka.
“Premi BPJS Kesehatan bagi masyarakat miskin dari bantuan provinsi tersebut tidak terserap sepeser pun. Padahal di lapangan, masih banyak masyarakat miskin yang belum menjadi penerima PBI dari APBN dan kesulitan mendapatkan layanan kesehatan,” sebutnya.
PBI dari bantuan provinsi tersebut sebetulnya bisa digunakan untuk mengaver layanan kesehatan bagi warga miskin yang lain. Di mana premi BPJS yang ditanggung APBN berdasarkan keputusan Mensos RI, dialokasikan untuk 502.932 orang
“Memang kalau sekadar untuk melakukan pelayanan medis di puskesmas, warga miskin manapun sudah diberikan keringanan tanpa dikenakan tarif. Tapi ketika mereka sakit cukup parah dan memerlukan rujukan ke rumah sakit, perlu ada yang mengklaim,” sebutnya.
Anggota Komisi IV lainnya Nana Heryana mengatakan, jika dikonversi ke dalam jumlah penerima, dana sebesar Rp 3,6 miliar tersebut bisa diberikan kepada hampir 12 ribu warga miskin. Perhitunganya, Rp 3,6 miliar dibagi 12 bulan kemudian dibagi besaran premi untuk peserta BPJS kelas III yakni Rp 25.500.
“Ini artinya sepanjang tahun 2016 lalu, ada hak dari hampir 12 ribu warga miskin di Majalengka yang tidak tersampaikan. Jika anggaran tersebut terserap bisa memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi yang tidak mampu. Ini sangat ironis dengan realitas di lapangan,” ungkap politisi asal Cikijing ini.