“Tulis aja dulu yang ada di benakmu, masalah kerangka atau hasilnya nanti seperti apa, jangan terlalu dipikirkan. Pokoknya ditulis saja dulu”. (Teni Supriyani, S.Si, M.Kes)
Sepenggal kalimat yang selalu menjadi jawaban setiap kali ada orang yang bertanya kepada wanita berjilbab dan berkacamata ini tentang ‘bagaimana cara mudah menulis.
Jawaban yang simple dan sederhana tapi memiliki makna tersendiri kepada setiap orang yang bertanya kepada sosok wanita yang biasa di sapa Bu Teni ini.
Teni Supriyani, seseorang yang ramah dan supel di kalangan mahasiswa ini merupakan Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat di STIKes Respati Tasikmalaya. Menjadi teman sekaligus kakak bagi para mahasiswa di kampusnya, Teni juga merupakan sosok yang ulet dan teguh. Saat ini, di lingkungan kampus tempatnya mengajar, beliau menjadi Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat di STIKes Respati Tasikmalaya.
Lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 25 Oktober. “Mojang Priangan Timur”, begitu orang-orang menyebutnya karena ia lahir dan besar di Tasikmalaya. Kegiatan sehari-harinya mengajar Mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat di STIKes Respati Tasikmalaya. Di waktu luang, ia habiskan waktunya untuk menggeluti hobinya, yaitu membaca novel dan menulis. Menulis apapun itu, entah fiksi maupun non-fiksi.
Selain memiliki hobi membaca dan menulis, ternyata Teni juga seorang traveler atau senang berpetualangan (baca : backpacker). Petualangannya di mulai dari profesi pertamanya, yaitu sebagai seorang Reporter.
Menjadi Reporter di kantor redaksi media Majalah Tarbawi di Jakarta ditekuninya setelah lulus S1 di UI. Dan saat melanjutkan S-2 Kesehatan Masyarakat di UI (Universitas Indonesia), profesi reporter pun tetap dilakoninya. Kadangkala beberapa orang berpikiran bahwa dari Reporter menjadi Dosen Kesehatan Masyarakat adalah hal yang tidak ada hubungannya alias tidak nyambung. Tapi disini, Teni membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan dan dicapai, meskipun dari manapun asal muasal dan latar belakangnya, selagi ada kemauan dan usaha, pasti bisa digapai segala hal yang dikatakan orang tidak mungkin.
Selama menjadi reporter, banyak wawasan yang Teni dapatkan tentang daerah-daerah yang dikunjunginya saat meliput. Bukan hanya berbagai pelosok nusantara yang ditapakinya, bahkan luar negeri pun menjadi tempat berlabuhnya demi kegiatan meliput. Kegiatan reporter ia geluti dari tahun 2011 hingga 2014. Selanjutnya, menjadi Dosen Kesehatan Masyarakat adalah profesinya sampai saat ini.
Kesling (Kesehatan Lingkungan) adalah mata kuliah yang diampunya di STIKes Respati Tasikmalaya. Berbagai jenis artikel pernah ditulisnya hingga beberapa artikelnya banyak yang terpublikasi di beberapa media massa ternama di Indonesia.
Kebiasaan dan pengalaman menulisnya ia tularkan kepada mahasiswa bimbingannya, tak terkecuali saya, Ahmad Yudi S adalah salah satu mahasiswa bimbingannya. Sebenarnya menulis itu adalah salah satu hobi saya. Semenjak dari SD, saya hanya menulis karangan fiksi, seperti puisi. Tapi, saya ingin mencoba menulis karangan jenis lainnya, yaitu artikel hingga menulis berita. Dari beliaulah, Bu Teni, saya mulai senang menjadi seorang author (baca : penulis) dan terus semangat dalam menulis berita hingga artikel. Saya tidak hanya menjadi seorang “Pujangga”, tapi juga seorang penulis dari Kesehatan Masyarakat.
Pada awalnya, saya pernah mengeluh tentang teori dan struktur kepenulisan berita kepada beliau, tapi Bu Teni hanya tersenyum dan menjawab, “Tulis aja dulu semua yang ada dipikiranmu. Fakta adalah yang utama di dalam berita. Jangan dipikirkan struktur maupun hasilnya nanti. Tulis aja dulu. Setelah selesai menulis, ayo kita bedah bareng-bareng”, ucapnya.
Setelah mendengar petuah beliau, saya langsung menulis “Apa saja yang ada dipikiranku”. Dari daya pikir, lahirlah cipta karsa, dan menuangkannya dalam bentuk coretan di atas tiap lembaran kertas.
Sebuah tulisan. Setelah selesai menulis, saya langsung menemui beliau kembali atas permintaannya untuk membedah tulisan bersama-sama. Dan akhirnya rapat pun terjadi di “Dapur Redaksi” (baca : Ruang Bu Teni) antara saya dengan Ibu Teni. Di sini keasyikan kami dalam membedah tulisan. Perlahan-lahan saya paham tentang tulis menulis.
“Mulailah menulis dari sekarang. Bila tidak menulis, sampai kapanpun tidak akan pernah mau menulis, karena tidak terbiasa menulis. Bisa karena terbiasa”, pesan Bu Teni kepadaku.
Pada hari Senin, 20 November 2017, di pertemuan antar kru REKAMREST (Redaksi Kampus Respati Tasikmalaya), Beliau hadir menemani pertemuan para Jurnalis. Menjadi mentor dipertemuan membahas tentang apa itu “Jurnalistik”. Sebagain ada yang mengenal kata jurnalistik, sebagian juga ada yang masih terdengar asing. Yang terpenting keterampilan dalam bidang jurnalistik adalah menulis, khususnya menulis berita. Jadi, Jurnalistik adalah ilmu menulis. Ada yang mengartikan juga sebagai ilmu hubungan/komunikasi informasi yang skillnya di Public Speaking. Itu juga tidak salah, karena di Jurnalistik mengenal yang namanya Reporter dan News Anchor yang tugasnya membacakan dan membawakan berita.
“Bila ada hambatan dalam menulis, selesaikan dulu tulisannya. Apa saja. Tulis. Setelah itu kita bedah bareng-bareng”, ucap Bu Teni sambil memberikan karya tulisnya dalam bentuk majalah sebagai contoh tulisan kepadaku.
“Menulislah seperti air yang mengalir. Biarkan air mengalir dengan bebas. Meski banyak karang didepan, tetap diterjang lurus melewati rintangan demi rintangan yang akhirnya sampai ke muara”, terbesit di dalam naluriku saat mulai menggoreskan pena ke dalam sebuah kertas.
Hari-hari coretan terus terangkai di atas buku, dan sepertinya tiada hari tanpa menulis. Menulis apa saja. Menulis jangan dijadikan beban, jadikanlah teman kegiatan sehari-hari. Bisa karena terbiasa. Tanpa menulis, hampa dunia tanpa cipta karya manusia. Di mana kaki berpijak, di situ langit di junjung. Di mana pun posisimu berada, buatlah sebuah tulisan ditempatmu berdiri. Biarkan bakat yang memimpin dan menemani sampai ke masa depan, hingga masa yang akan datang. Tulisan adalah saksi sejarah dan bukti otentik karya tulis bagi seorang penulis. Meskipun penulisnya telah tiada, tetapi karyanya akan terus hidup dan terus dibaca oleh generasi saat ini hingga ke generasi yang akan datang. Dari situlah Sang Penulis akan terus dikenal dan dikenang atas karya tulisnya.
Teni Supriyani adalah salah satu Dosen sekaligus Orang tua (Teman dan Kakak) yang “Ekstraordinary” bagi para mahasiswa di kampus STIKes Respati Tasikmalaya, dan juga seorang penulis yang ulung. Bagi saya dan Ibu Teni, kami berdua menyebutnya dengan istilah ‘The Author of Public Health’, Penulis dari Kesehatan Masyarakat.
Seperti yang dikatakan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, “Ing ngarso sung tulodho, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani”. “Yang dibelakang memberikan dorongan/motivasi, Yang ditengah produktif mengembangkan, Yang didepan menjadi tauladan/pemimpin”. Guru dan Dosen adalah tauladan dan pemimpin serta membimbing para mahasiswanya menuju jalan kebenaran, yaitu masa depan.
Peran pemuda saat ini tidak bisa dilepas dari peran seorang guru. Tanpa guru, masa depan bangsa akan suram bahkan tidak jelas karena tidak ada penerus yang berkualitas. Dengan pendidikan, ilmu yang didapat saat duduk di bangku sekolah akan bermanfaat kepada diri sendiri maupun lingkungan disekitarnya tentunya masa depan dapat dengan mudah dicapai.
Di hari yang indah ini, tanggal 25 November, saya mengucapkan kepada seluruh Guru dan Dosen yang membaca tulisan ini, Selamat Hari Guru Nasional!. Semoga perjuangan para Guru di Indonesia demi mencerdaskan generasi penerus bangsa dapat menjadi permata yang bersinar menerangi masa depan negara.
Dan tentunya kepada guru-guru saya dari TK hingga SMA dan kepada para Dosen dan jajaran staf STIKes Respati Tasikmalaya, saya pribadi mengucapkan terima kasih atas ilmu yang diberikan selama duduk dibangku sekolah hingga saat ini.
Selamat Hari Guru Nasional!
Untuk Para Pejuang Pendidikan Bangsa,
Lentera Penerang Negeri.
Tasikmalaya, 25 November 2017
Jabat Erat,
Ahmad Yudi S
mungkin perlu dibedakan antara: writer dan author. ada perbedaan yang jelas pada keduanya. but do not bothering, just my thought
Terima kasih atas masukkannya. Awalnya saya juga ingin beri judul writer, tapi karena “writer” yang lebih sering digunakan public daripada sinonimnya “Author”, maka kata Author yang saya gunakan. Ingin lebih terlihat beda dari yang lain.