Wolbachia, Tak Kenal Maka Tak Sayang

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1341 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue melalui Wolbachia sebagai inovasi penangulanganan DBD di 5 kota yaitu Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang dan Bontangmenuai banyak protes di kalangan Masyarakat.

”Mengendalikan Nyamuk dengan Melepas Nyamuk” dinilai sebagai strategi berisiko. Penolakan semakin bertambah dengan merebaknya hoax di media sosial tentang keamanan yang belum bisa dipastikan sampai isu rekayasa genetika yang ditujukan untuk depopulasi manusia. Hal ini tentu perlu diluruskan, mengingat walbachia merupakan salah satu Upaya preventif pendukung strategi  yang sudah dijalankan masyarakat selama ini seperti larvasidasi, foging 2 siklus, Gerakan  3 M plus, Jumantik (Juru Pemantau Jentik), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) sampai dengan  G1R1J (Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik).

Bertepatan dengan momentum 12 tahun Riset Nyamuk Ber-Walbachia, 30 November 2023  bertempat di Auditorium FK-KMK UGM, Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada menggelar talkshow bertajuk “Wolbachia, Tak Kenal Maka Tak Sayang” dengan menghadirkan para pakar serta aktor penting dalam kegiatan riset sampai dengan implementasinya di lapangan.

Professor Adi Utarini dan dr, Eggi Arguni hadir sebagai peneliti utama sekaligus ahli yang berperan dari persiapan level laboratorium sampai siap diimplementasikan ke masyarakat. Strategi, pendekatan, hingga penerimaan masyarakat Yogyakarta dipaparkan oleh Rubangi selaku pengelola Program DBD Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta serta Anto Sudadi, Dukuh di Kronggahan II Kelurahan Trihangga tempat pelepasan Wolbachia untuk pertama kalinya. Dilanjutkan sesi dengan drg. Siti Roikhana, penggerak kader yang dilibatkan secara aktif untuk sosialisasi program ini dari awal.  

Inovasi wolbachia sebenarnya bukan sesuatu yang baru dimulai, jauh sebelum Keputusan Menteri Kesehatan ditetapkan sudah dilakukan riset mendalam selama 12 tahun untuk memastikan keamanan, efektifitas, risiko, dampak kesehatan, dan ekologi yang mungkin ditimbulkan. Banyak tahapan yang dilalui dalam penelitian ini.

Fase pertama, Januari 2016-Desember 2019 ditujukan  untuk membuktikan kemananan dan kelayakan. Fase kedua dimulai Oktober 2013 sampai dengan Desember 2015 dilaksanakan untuk membuktikan bahwa wolbachia dapat berkembang biak dan mampu menekan replikasi virus dengue kemudian pelepasan Aedes Aegypti ber-wolbachia di Nogotirto, Kronggahan Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Fase ketiga Januari 2016-Desember 2019 dilaksanakan  untuk membuktikan bahwa wolbachia dapat menurunkan kasus dengue, dilanjutkan fase keempat yaitu perumusan naskah akademik, strategi dan kebijakan hasil dari penelitian.

Professor Adi Utarini menuturkan “Teknologi wolbachia ini sudah terbukti secara ilmiah aman untuk masyarakat. Sudah dilakukan pengkajian mendalam oleh tim independen, para ahli di bidangnya. Hasilnya teknologi wolbachia hanya memiliki risiko minimal dan dapat diabaikan. Adanya wolbachia dapat menghambat replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk aedes aegypty, sehingga keberadaan virus dengue dapat ditekan”.

dr. Eggi menambahkan “Wolbachia Aman untuk lingkungan sekitar baik komponen Biotik maupun abiotic, sudah dilakukan screening untuk memastikannya bebas dari infeksi dengue, chikungunya dan zika. Nyamuk ber-wolbachia secara fisik dan sifat serupa dengan nyamuk liar di Yogyakarta, setelah dilakukan persilangan beberapa generasi dan walbachia sendiri  dapat ditemukan di sebagian besar serangga di alam. Diharapkan melalui teknologi ini dapat menekan kasus DBD yang masih menjadi permasalahan Kesehatan masyarakat”.

Pada pelaksanaannya, implementasi temuan riset ini memang tidak mudah, banyak menuai pro kontra seperti pada awal implementasinya di Yogyakarta, tidak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di wilayah lain, namun dengan keterlibatan stakeholder, tokoh masyarakat dan  warga yang mendukung pada akhirnya program ini dapat menuai keberhasilan, bahkan mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77.1% dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86%.

Dalam rangka perluasan program dan upaya perlindungan bersama, perlu adanya pendekatan untuk memperoleh kepercayaan dan penerimaan masayarakat mengingat Penelitian Kesehatan masyarakat sebesar apapun akan tidak memiliki arti apa-apa ketika tidak ada dukungan penuh dari masyarakat. Keterlibatan mereka sangat diperlukan untuk keberlanjutan dan keberhasilan program ini di masa mendatang.


Penulis:
Sri Purwanti
Mahasiswa IKM

Yuk Share Postingan Ini:
Kesmas.ID
Kesmas.ID
Articles: 671

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *