Mitos stunting masih banyak dipercaya masyarakat dan membuat orang tua salah kaprah dalam memahami pertumbuhan anak. Padahal, stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun, yang berdampak bukan hanya pada tinggi badan, tetapi juga kecerdasan dan kesehatan jangka panjang.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua mengenali berbagai mitos yang sering beredar di masyarakat. Berikut beberapa mitos stunting yang masih banyak dipercaya dan faktanya menurut ahli gizi serta sumber resmi kesehatan.
1. Stunting Tidak Sama dengan Anak Pendek
Banyak yang beranggapan bahwa anak pendek pasti stunting, padahal tidak selalu begitu. Tinggi badan memang salah satu indikator, tetapi stunting sebenarnya adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Faktor genetik juga bisa membuat anak terlihat lebih pendek dibanding teman sebayanya, sehingga diagnosis stunting harus melalui pengukuran pertumbuhan yang tepat oleh tenaga kesehatan.
2. Stunting Bukan Masalah Keluarga Miskin
Masyarakat sering berpikir bahwa stunting hanya terjadi pada keluarga miskin. Faktanya, anak dari keluarga mampu pun bisa mengalami stunting jika pola makan yang diberikan kurang seimbang, misalnya lebih banyak makanan instan daripada protein hewani dan sayur. Pola asuh yang tidak tepat juga memperburuk kondisi. Dengan demikian, pencegahan stunting bukan hanya soal ekonomi, melainkan kesadaran gizi dalam keluarga.
3. Gizi Buruk dan Stunting Beda
Sebagian orang tua mengira stunting sama dengan gizi buruk. Padahal, gizi buruk adalah kondisi akut yang bisa diperbaiki dengan penanganan cepat, sedangkan stunting merupakan dampak jangka panjang dari kekurangan gizi berulang. Anak stunting biasanya tampak sehat, tetapi pertumbuhan tinggi badannya terhambat. Oleh karena itu, orang tua harus peka terhadap tumbuh kembang anak, tidak hanya menilai dari tampilan fisik semata.
4. Stunting Bisa Disembuhkan Kapan Saja
Ada juga mitos bahwa anak yang sudah stunting masih bisa dikejar kapan saja. Faktanya, periode emas tumbuh kembang ada pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak janin dalam kandungan hingga usia dua tahun. Jika asupan gizi dan pola asuh pada masa ini tidak diperhatikan, dampaknya sulit diperbaiki di kemudian hari. Itulah sebabnya pemantauan kehamilan, pemberian ASI eksklusif, serta MP-ASI bergizi seimbang sangat penting.
5. Susu Kental Manis Sama Dengan Susu Bergizi
Masih banyak keluarga yang memberikan susu kental manis dengan anggapan bisa mencukupi kebutuhan gizi anak. Padahal, produk ini lebih tepat disebut minuman gula tinggi dengan kandungan protein yang sangat rendah. Konsumsi berlebihan justru berisiko menimbulkan masalah kesehatan lain dan tidak mendukung pencegahan stunting. Sebaiknya anak mendapatkan sumber protein dari susu murni, telur, ikan, tempe, atau daging yang lebih bermanfaat bagi pertumbuhan.
6. Anak Malas Makan Nanti juga Akan Tumbuh Sendiri
Banyak orang tua membiarkan anak malas makan dengan anggapan nanti juga tumbuh. Padahal, pola makan yang dibiarkan bisa membuat anak kekurangan gizi penting. Kekurangan berulang inilah yang memicu stunting dan mengganggu perkembangan otak serta daya tahan tubuh.
7. Pencegahan Bukan Hanya Tugas Ibu
Stunting sering dianggap hanya urusan ibu, padahal dukungan keluarga sangat penting. Ayah berperan dalam menyediakan makanan bergizi, memberi perhatian, serta mendukung ibu hamil dan menyusui. Pola asuh sehat adalah kerja sama seluruh keluarga dan lingkungan.
Berbagai mitos di atas menunjukkan bahwa stunting bukan sekadar soal tinggi badan, kemiskinan, atau peran ibu semata. Banyak faktor yang saling berkaitan, mulai dari pola makan, pola asuh, hingga dukungan seluruh keluarga. Oleh karena itu, meluruskan pemahaman sejak dini sangat penting agar orang tua tidak terjebak pada anggapan keliru yang bisa merugikan tumbuh kembang anak.

Mengungkap mitos stunting adalah langkah awal untuk memahami masalah ini secara benar. Pengetahuan yang tepat membantu orang tua mengambil keputusan lebih bijak dalam pola asuh dan pemberian gizi.
Mari bersama mendukung pertumbuhan anak melalui asupan bergizi, pemantauan rutin di posyandu, serta sikap kritis terhadap informasi keliru. Upaya mencegah stunting berarti menjaga masa depan generasi agar tumbuh lebih sehat, cerdas, dan produktif.
Referensi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2017). Buku saku desa dalam penanganan stunting. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). FAQ serial: Apa itu stunting? Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Artikel ini telah direview oleh:
Gina Marliyana, S.KM
Tenaga Promkes Puskesmas Cibalong
Puskesmas Cibalong
Jalan Karang Nunggal No. 204, Desa Cibalong, Kec. Cibalong, Kab. Tasikmalaya
Prov. Jawa Barat, 46185
No. Telp. 08211547674