Polemik UKOM dan STR Tenaga Kesehatan Masyarakat

Polemik UKOM dan STR Tenaga Kesehatan Masyarakat

UKOM atau Uji Kompetensi adalah ujian yang diselenggarakan bagi calon tenaga kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Masyarakat. Seorang Tenaga Kesehatan Masyarakat yang ingin mengabdikan dirinya di instansi kesehatan, diwajibkan untuk mengikuti UKOM guna mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR).

STR adalah sertifikat profesi bagi tenaga kesehatan. Menurut UU No. 12 Tahun 2012 sertifikat profesi merupakan pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Kementerian dan Organisasi Profesi (Orprof) yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lain dari pada itu, sudah kita ketahui bersama bahwasannya Kesehatan Masyarakat bukanlah pendidikan profesi melainkan pendidikan akademik yang merupakan Pendidikan Tinggi Program Sarjana dan/atau Program Pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam tingkat keprofesian, pendidikan akademik menduduki level ke-6 sedangkan level yang disyaratkan untuk mendapatkan sertifikasi profesi adalah level 7.

Lantas, masih perlukah seorang SKM melaksanakan Ukom dan mendapatkan STR? Di satu sisi, UU Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa UKOM diikuti oleh peserta yang sudah lulus pendidikan profesi dan vokasi, sedangkan SKM ini bingung, diharuskan mempunyai STR tapi tak punya pendidikan profesi.

Menurut Alm. Prof Does Sampurno, salah satu pendiri SKM menyatakan bahwa yang dinamakan ahli Kesmas adalah SKM + Profesi. Pada tahap SKM hanya diajarkan teori, namun pendidikan profesi harapannya diajarkan aplikatifnya. Seperti halnya SKM hanya diajarkan teori epidemiologi sedangkan di pendidikan profesi diajarkan bagaimana cara pengendalian penyakit yang benar dan berdampak. Itulah Science and Art. Science diajarkan pada pendidikan akademik dan art diajarkan pada pendidikan profesi.

Dilema UKOM dan STR ternyata tidak berhenti sampai disitu. Untuk melaksanakan UKOM, mahasiswa Kesmas setanah air dituntut mempunyai pengetahuuan dan kapabilitas yang sama, sehingga harus adanya kurikulum nasional yang mendukung. Prodi Kesehatan Masyarakat mempunyai Kurikulum nasional yang diperbarui pada Tahun 2015 namun belum semua institusi di Indonesia menerapkannya. Hal ini terlihat dari jumlah peminatan di setiap institusi masih berbeda-beda.

Jika kenyataannya demikian, dapatkah kemampuan semua mahasiswa disamaratakan oleh UKOM? Hakikat UKOM ini sebenarnya lebih ke arah pengukuran pengetahuan mahasiswa terkait pengetahuan kompetensi dasar Kesmas terutama pada mata kuliah sebelum peminatan. Adapun hasil dari uji evaluasi UKOM ini untuk evaluasi kinerja Perguruan Tinggi yang bersangkutan.

Dasar pelaksanaan UKOM adalah untuk menyelamatkan nasib para SKM agar tidak menjadi pengangguran karena jika UKOM tidak dilaksanakan maka Sertifikat Kompetensi (Serkom) tidak akan keluar. Jika Serkom tidak keluar maka STR tidak akan dikeluarkan juga oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kesehatan.

Seperti kita ketahui bahwa STR ini adalah syarat utama untuk menjadi tenaga kesehatan dibawah Kementrian Kesehatan. Kendati demikian, jika STR harus menjadi syarat untuk menjadi seorang tenaga kesehatan, sudah semestinya Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) dan Organisasi Profesi (Orprof) meminta dispensasi dan kebijakan khusus dari Kementrian Kesehatan agar SKM tidak diwajibkan memiliki Serkom terebih dahulu untuk bisa mendapatkan STR sampai pendidikan profesi Kesmas terbentuk.

Terkait bisa atau tidaknya profesi Kesmas ini terbentuk, tentu bisa dan sudah seharusnya menjadi profesi saat ini. Ditambah lagi UU Kesehatan telah mengamanatkan hal tersebut. Tetapi, pada kenyataannya pendidikan profesi kita seperti tak kunjung usai sehingga kontraversi terhadap penyelenggaraan keprofesian Kesmas saat ini selalu menjadi topik hangat di telinga para lulusan Kesmas.

Untuk itu, sudah semestinya mahasiswa turut serta andil dalam mendorong terbentuknya pendidikan profesi agar bisa menyesuaikan dengan UU Kesehatan No. 36 tahun 2014. Sebagai korban ketidakpastian para pemangku kebijakan, mahasiswa tidak bisa hanya berdiam diri sebagai saksi lambannya pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat ini.

Advokasi kepada stake holder terkait seperi Orprof, Kemenkes, dan Kemenristekdikti perlu dilakukan secara terus menerus dan berkala dalam rangka mendesak segera dibentuknya Pendidikan Profesi Kesmas serta kepastian sikap terhadap pelaksanaan Ukom saat ini terhadap regulasi STR sebelum terbentuknya Pendidikan Profesi Kesmas.

Referensi :
Bincang-bincang Asik Mahasiswa (Bisma) Online ISMKMI tentang Kupas Tuntas Keprofesian Kesmas.

*Penulis adalah mahasiswi Kesehatan Masyarakat Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi Semester 5.


Comments

3 responses to “Polemik UKOM dan STR Tenaga Kesehatan Masyarakat”

  1. Yups bener banget kak, jika memang benar UKOM adalah syarat untuk lulus dari program sarjana maupun pascasarjana dalam waktu dekat. Kita menunggu kepastian dan kejelasan terlebih dahulu.. teori sama praktik atau aplikasi teori itu beda, dan jikalau pendidikan profesi memang tidak ada maka kurikulum yang harus di perbaharui khusus fakultas atau program study kesehatan masyarakat ini wajib di setiap kampus yg ada di seluruh indonesia..

    1. Kesmas penganggur Avatar
      Kesmas penganggur

      Yaehhh…kata.a adakan UKOM akan kurangi angka pengangguran, tapi nyatanya sekarang malah angka pengangguran kesehatan semakin tinggi dan penyebab utamanya karena tidak punya STR, dan sehingga tidak STR dikarenakan UKOM,kemampuan seseorang harus diuji dengan soal yang begitu banyak dengan durasi waktu yang sangat singkat sedangkan soalnya dalam bentuk cerita yang sangat panjang…dulu saja yang belum ada UKOM mereka mampu bekerja malahan pekerjaan cepat didapatkan.

  2. Saya setuju dengan UKOM tapi tidak setuju dengan STR karena harus diperpanjang dan kalo diperpanjang biayanya mahal kalau memperpanjang nya harus mengumpulkan 25 SKP, sedangkan sekali seminar cuma dapat 2 SKP aja. Jadi STR kalo bisa dibuat seumur hidup biar tenaga kesehatan di daerah juga ndak keberatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Topik Populer


Akreditasi Puskesmas BPJS Kesehatan Dana Desa DBD Dinkes Kab Enrekang Dinkes Kab Indramayu FKM UI FKM Unand FKM Undip FKM Unhas Germas Gizi Buruk Hipertensi Imunisasi Imunisasi MR Kemenkes Kemenkes RI Kesehatan Lingkungan Kesehatan Masyarakat Kesehatan Remaja Kesehatan Reproduksi Mahasiswa Kesmas Nusantara Sehat PBL Pencerah Nusantara Pengabdian Masyarakat Penyakit Tidak Menular Penyuluhan Kesehatan PHBS Posyandu Posyandu Remaja Prodi Kesehatan Masyarakat Prodi Kesmas Promkes Promosi Kesehatan Puskesmas Puskesmas Krangkeng Seminar Kesehatan Seminar Nasional STBM STIKes Kuningan Stunting TBC Tenaga Kesehatan Tuberkulosis